Penyadaran

  DISKUSI SEPAHAM

“KITA SADAR DIRI”

PRESENTER: HENGKI WAMUNI
Hari Minggu Sore di Kampung Harapan, 05 September 2021.
(Pemikir: Eraus Hesegem, Jefri Tabuni dan Yohanes Mayani)
 serta audiens kira-kira 15-san orang.

Tema Sentral: KITA SADAR DIRI

Susunan pokok bahasan dalam diskusi:

1.     Apa yang kita fikir setelah melihat dan mengamati kenyataan sosial lebih spesifik probem papua?

2.     Posisi kita hari ini sebagai mahasiswa Teologi, adakah peran yang bisah kita ambil?

3.     Bagaimana tindakan kita yang tidak memihak kepada nasionalisme papua dan para penguasa, tetapi usaha yang bersifat upaya pemberdayaan dan kemandirian yang keluar dari dalam; berangkat dari kesadaran diri kita untuk mewujudkan kemerdekaan dari perspektif yang umum dari seluruh bidang-bidang kehidupan manusia secara komprehensif, lebih spesifik usaha kesadaran yang diinisiasi oleh pemuda mahasiswa teologi?

4.       Bagaimana kita bisa belajar berangkat dari pengalaman pergerakan pemuda Kristen di belahan dunia lain dalam sistem penjajahan untuk menyikapi sistem penindasan, baik bentuk apartheid, kasta dan rasisme?

POTRET UMUM

       KITA SADAR DIRI merupakan tema sentral dalam diskusi sepaham oleh mahasiswa Teologi pada hari ini Minggu malam, 05/09/2021 di kampung harapan.

Hari ini dimana era saatnya kaum mudah bangkit dan pegang kendali pada semua sector dan aspek dalam bidang kehidupan umat manusia. Realita social ini mendesak dan mengajak kita untuk termenung dan sadar diri baik tentang siapakah diri saya?, saya berada dimana?, dalam konteks apa? Dan apa yang bisa kita buat kita kerja sesuai bidang masing-masing dari tempat yang berbeda pula tentukan sikap. Hari ini tingkah laku dan karakter kita di dibentuk oleh situasi social, secara sikologi kita menumpulkan mind set dan karakter, mengantupkan mata dan pikiran kita untuk terus bergumul dan bermain di arena perasaan emosional yang berlebihan, ekspresikan melalui demonstrasi dan kampanye media massa! Apakah ada gunanya perasaan emosional itu ditambiaskan pada momen-momen unjuk rasa dan di media massa, lalu lebih banyak waktu lainnya terus membisu diri! Sikap kita hari ini bukanlah lawan secara fisik, emosi dan mendendam. Marilah emosional dan kegelisahan hati itu diolah menjadi struktur baru, tempat ekspresikan dalam dunia tindakan kita (Ny. Rode Wanimbo). Marilah kita berubah cara mind set, sasaran sikap kita lalu lakukan apa yang bisa kita buat, karena perubahan itu akan terjadi ketika ada tindakan. Masalah hari ini adalah masalah berbagi rasa dan karsa dari hati nurani. Masalah berbagi dari hati ke hati. Bukan soal kesejahteraan, infrastruktur apa apapun bentuk dan isinya. Kedasaran ini muncul ketika mulai menyadari oleh individu.

Kami menyadari bahwa dilihat dari pengalaman denominasi lain (seperti Gidi, Babtis dan GKI di tanah papua) untuk menjawab persoalan yang telah, sedang dan akan terjadi di tanah papua, kembali bermula dari kesadaran diri. Kesadaran diri pertama penyerahan diri (mempersembahkan tubuh) sepenuhnya kepada Tuhan sebagai persembahan hidup dan kudus (Ibrani 11:1-2). Menyadari bahwa siapakah kita ini? kita berada di mana? Dalam konteks apa? Ini menjadi landasan yang kuat dalam inisiatif untuk mengadakan diskusi yang di sebut dengan Diskusi Sepaham. Setelah mengenal dan sadar diri, maka beranjak ke tahap berikutnya mulai berfikir bahwa apa yang bisa kita buat mulai dari tempat kita masing-masing sebagai mahasiswa Teologi.

Sadar diri juga bahwa selama ini kami paham tentang kemerdekaan itu dimengerti dari perspektif yang khusus tentang mewujudkan kemerdekaan melalui suatu perjuangan di bawah satu idologi perjuangan. Lebih dari pada itu, kemerdekaan itu mencul ketika kesadaran diri keluar dari dalam diri individu dan masyarakat tentang sadar dan ambil sikap dari tempat dan biang masing-masing. Perpaduan antar bidang-bidang yang berbeda untuk mengerjakan sesuatu hal yang sifatnya pemberantasan sistem yang menjajah dari semua aspek dibawah satu visi. Usaha itu terlepas dari hubungan yang tidak berpihakan kepada nasionalisme papua dan atau penguasa di atas. Pemberdayaan dan kemandirian terlahir dari kesadaran klien mengelola potensi yang dimiliki secara kemampuan pengetahuan, dan juga kreasi untuk mengelolah potensi sumber daya lokal yang tersediah terdapat di sekitar kita. Dari bidang-bidang yang berbeda-beda menyatukan dalam satu ikatan visi yang sama untuk menciptakan kemandirian dan pemberdayaan secara aspek ekonomi, pendidikan, hukum, agama, politik dan sosial serta sector dan aspek lainnya. Dari situlah kemerdekaan akan Nampak seperti bintang fajar menyinari bumi.

Namun demikian, usaha ini berawal dari kesadaran dari hati nurani oleh individu. Saling berbagai rasa, karsa dan pengalaman dari hati ke hati melalui diskusi. Diskusi menjadi factor yang menentukan sikap kita. Diskusi, seminar melahirkan gagasan baru menentukan sikap kita. Penyesalan tidak akan berguna ketika tidak ada kewenangan, dan tidak memiliki kekuatan.

GAGASAN DARI BAHAN POKOK  DISKUSI

A.      JAWABAN PERTANYAAN PERTAMA

Apa yang Kita lihat dan pikir setelah amati kenyataan sosial lebih spesifik pada problem papua hari ini?

Apa yang kita lihat dan amati?

Sumber konflik di tanah Papua, perusahan asing (PT Ekstraktif) menjadi induknya melahirkan beragam persoalan lainnya. Anak-anak dari induk perusahan:

1.     Badan Intelijen Negara (BIN): untuk memata-matain rahasia segalah aktivitas manusia papua bentuk apapun itu.

2.     Operasi Nemangawi: Operasi keamanan dan ketertiban masyarakat bentukan Kepolisian Negara Republik Indonesia di Papua,

3.     Sebarkan pos keamanan militer TNI/Porli di pegunungan tengah Papua.

4.     Jalan Trans Papua.

5.     Operasi Militer.

6.     Kebijakan pemerintah yang tidak memihak kepada orang asli papua

7.     Posisi Birokrat dan politik disingkirkan

8.     Pembangunan baik bersifat fisik maupun IPK mengobyekkan warga asli papua dari aspek apapun.

Semua ini upaya para penguasa untuk menjaga perusahan ekstraktif berkonsesi dengan keterlibatan militer TNI/Porli di papua. Untuk menyempunyikan fakta ini badan Intelijen Negara, jalan trans Papua, sebarkan pos keamanan militer/Porli di pegunungan Tengah Papua memain peran yang signifikan.

Akibatnya tesingkirkan rakyat Papua dari segi apapun dari negerinya sendiri.

Konsesi PT dengan militer, baik secara sistem institusional miiter, non-institusional militer dan kelabu militer (gelap permainannya). PT melatar belakangi melahirkan krisis kemanusiaan di pegunungan Tengah Papua. Merelokasikan warga dari daerah mereka ke daerah lain dengan maksud untuk menyelamatkan visi negara. Sementara belum jelas status militer di papua (darurat sipil, status operasi militer…?.

Apa yang kita Fikir?

Melihat beragam dilema, pemulihan dan perubahan berada di atas tangan kita sendiri, bukan di tangan orang lain. Kita sadar hal ini dan berafiliasi. Tidak boleh menyangkal diri dengan fakta yang ada. Sekolah dan belajar tentang banyak hal menjadi sesuatu yang penting. Dengan jalan kuasai bidang masing-masing bisa terwujud kemerdekaan secara umum ke khusus. Karena senjata yang ampuh merubuhkan dunia hanya melalui ilmu.

Sebagai Mahasiswa Teologi, menguatkan persekutuan doa. Terus bergema di tanah papua lewat ibadah KKR, Seminar nasional dan mengadakan forum diskusi lebih khusus berinisiasi oleh mahasiswa Teologi.

Sadar dan mulai dari hati ke hati kegelisahan hati dalam bentuk diskusi, literasi sampai pada tindakan, sebisa apa yang kita buat. Berafiliasi kelompok perkumpulan atau gerakan mahasiswa teologi. Baru-baru kemaring Forum Pemuda Kristen di papua di bentuk. Bersatu dari denominasi besar injili di tanah papua. Tahun 2019 segitiga mahasiswa teologi telah bentuk gerakan oikumene dan terus eksis sampai hari ini menjadi tujuh senat bersatu. Tahun 2019-2020 telah dibentuk Ikatan Mahasiswa Teologi berasal dari tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Puncak Papua, Timika dan Intan Jaya.

B.      JAWABAN PERTANYAAN KEDUA

Posisi kita hari ini sebagai mahasiswa Teologi, adakah peran yang bisah kita buat?

Kita harus sadar bahwa, tujuan besar yang terkandung dalam Inkarnasi Yesus untuk mencari kita yang berada dalam tawanan dosa agar membebaskan kita yang tertawan oleh dosa secara badaniah dan jiwani. Sekarang mandat itu telah diberikan kepada kita pemuda Kristen untuk proaktif dan reaktif mengikuti teladan Yesus Kristus. Mahasiswa Teologi sebagai tangan dan mata Tuhan di dunia, tentunya tidaklah harus elak dengan tanggung jawab yang telah Tuhan taruh di pundak kita. Problem sosial membuka ruang dan tempat bagi mahasiswa teologi berekspresi Iman dan kasih demi memperjuangan keadilan, perdamaian dan keselamatan jiwa. sebab tiga tugas besar ini tidak di temukan di jalan usaha dan pikiran manusia, tetapi dikerjakan oleh manusia melalui penyertaan kuasa Tuhan melalui orang-orang yang bersediah untuk siap bertanggung jawab dan menerima resikonya.

Tindakan nyata melalui ibadah KKR, Read-rad, persekutuan doa, forum diskusi dan atau seminar nasional. Terutama Kita mulai menyadarkan diri dengan jalan membangun diskusi mulai dari mengelola emosi dan kegelisahan hati diri sendiri, kelompok sampai hadirkan seminar sehari. Ikuti, himpun dan olah dan menulis serta menyajikan informasi yang baik dan benar.

C.      JAWABAN PERTANYAAN KETIGA

Bagaimana tindakan kita yang tidak memihak kepada nasionalisme papua dan para penguasa, tetapi bersifat upaya pemberdayaan dan kemandirian yang keluar dari dalam berangkat dari kesadaran diri kita (olah kemampuan kognitif dan olah sumber daya yang tersedia di sekitarnya) untuk mewujudkan kemerdekaan dari perspektif yang umum melalui menguasai seluruh bidang-bidang sesuai keahlihannya masing-masing?

      Perubahan harus mulai dari dalam diri kita terlebih duluh. Membersembahkan tubuh seutuhnya kepada Tuhan, hidup berlandaskan pada kebenaran Firman Tuhan, dan berdiri di atas kaki kebenaran Yesus Kristus. Perubahan bermula dari mengenal diri sendiri, mengenal posisi dini hari, mengenal tempat kita berada, dan serta dalam konteks dimana kita berada.

Pijakan posisi dini hari sebagai mahasiswa tentunya belajar banyak hal. Karena ilmu mempunyai kekuatan yang ampuh untuk merobohkan segala rantai yang melehmakan dan menindas. Secara psikologi menerima hal faktual tentunya dengan perasaan emosional. Bagaimana emosional dan kegelisahan hati itu diolah menjadi bentuk suatu struktur baru, menjadi tempat merampiaskan hasrat dan emosi tersebut.

Berangkat dari pengalaman perjuangan untuk berantaskan krisis ekonomi, menurut kami perlu ditempuh melalui beberapa langkah:

1.     Jelih mengenal kebenaran faktual di lapangan.

2.      Berubah cara mind set kita, mengelola kemampuan intelektualitas kita dan mulai berimajinasi dan berkreatif praktek langsung sebisa yang kita buat.

3.     Mengenal keterampiran kerja secara unik, basis konteks sesuai kebutuhan.

4.     Manajemen Kristen: menyatukan dari beberapa orang atau bidang yang memiliki keahlihan masing-masing dan berkorabolasi dibawah visi yang sama untuk memperjuangan kemandirian dan pemberdayaan masyarakat.

5.      Imajinatif, kreatif, produktif dan konsumtif.

6.     Praktek langsung sesuai kemampuan yang telah diperoleh.

7.     Setelah penyelesaian pendidikan, pulang dan buat gerakan di tengah masyarakat melalui usaha-usaha pengembangan sumber-sumber lokal sesuai bidangnya (profesinya).

8.     Memberikan pendidikan (edukasi), sosialisasi sesuai ilmu dan kemampuan yang dimiliki melalui gerakan masyarakat tadi.

Dalam usaha kemandirian dan pemberdayaan bermula dari dalam masyarakat, manfaatkan sumber daya yang bersumber dari dalam: kelolah kemampuan secara kognitif (ilmu) oleh klien maupun kreatif kelola sumber daya ekonomi yang tersedia dengan jalan manfaatkan potensi dari dalam sendiri secara alami.

Melestarikan budaya kerja tradisional, melalui usaha-usaha mikro. Budaya rata-rata pegunungan Tengah Papua memiliki keterampiran bertani, beternakan hewan piarahan dan keterampiran kerja lainnya. Pemerintah kembali angkat sumber daya local untuk memperdayakan masyarakat melalui perizinan penanaman pangan local dan difasilitasi oleh pemerintah setempat. Buka restoran daging babi di fasilitasi oleh pemerintah daerah. Buka koperasi, penanaman kopi asli dan lestarikan sumber daya ekonomi local lainnya yang ada di daerah setempat sehingga, masyarakat bisa berproses implikasi langsung dan juga memberikan edukasi bagaimana cara mengelolah bahan-bahan tersebut. Sehingga menciptakan sumber daya manusia yang berkompeten dan mampu bersaing dalam usaha mikro sampai pada usaha makro.

Di kabupaten Intan Jaya adalah kekayaan yang tersedia alam secara langsung. Seperti air garam semakin berdekatan. Manfaatkan tenaga dari Jemaat untuk kelolanya dan di fasilitasi pemda lewat cabinet atau pemangku kepentingan lain yang bersangkut supaya manfaatnya kembali kepada umat Tuhan, masyarakat kecil di bawah. Ada juga obatan alamiah yang tersedia: Daun gatar, buah merah dll. Ini semua menandakan bahwa kegagalan pemerintah dalam upaya memfasilitas dan pemberdayaan sumber daya  yang tersedia; baik itu sumber daya alam maupun  sumber daya manusia melalui upaya-upaya yang telah dijelaskan sebelumnya.

D.      KELEMAHAN-KELEMAHAN

Sesuai pengamatan ini, telah dikemukakan beberapa kelemahan sebagai faktor penghamabatan dalam upaya mewujudkan problem yang telah sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa:

1.     Tidak berani dan mau mengakui kelebihan dan kemampuan orang lain.

2. Sulit untuk mengelola emosional dan kegelisahan hati itu ke dalam suatu proses bentuk struktur baru sebagai tempat merampiaskan perasaan itu.

3.     Tidak sadar problem yang sementara ini kita hadapi secara langsung.

4.     Terima begitu saja kenyataan ini dan tidak berdaya untuk ekspresi rasa kesakitannya.

5.     Sadar dan berfikir tetapi tidak mempraktekkan di lapangan.

KESIMPULAN.

Berangkat dari hasil diskusi sepaham ini, dapat simpulkan bahwa sensitif menyikapi dilema apa yang ada di depan kita memiliki kesadaran tentang pengenalan diri, tempat, konteks dan mengenal konteks. Membaca Alkitab memakai kacamata papua sendiri. Saling berbagai rasa hati-ke hati. Membangun satu visi dan bekerja sama dari keahlihan yang berbeda-beda untuk memberantasan sistem yang dilemahkan dan menindas.

 

Komentar