Wacana

  CUPLIKAN! DISKUSI PUBLIK

(MENYOAL DAERAH OTONOM BARU: BENARKAH MENYELESAIKAN MASALAH DI PAPUA)

Diselenggarakan Oleh Kontras Live Streaming Chanel Kontras-Senin, 13 juni 2022.

By Hengki Wamuni

BERANDA.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai penting adanya suatu diskusi guna membahas dampak negatif dan potensi bahayanya dari diberlakukannya DOB bagi masyarakat Papua dengan mendasari beberapa pokok pertanyaan; 1) Apa saja dampak negatif dari wacana DOB Papua?, 2) Apa potensi bahaya dari diberlakukannya DOB bagi masyarakat Papua?. Terdiri dari beberapa pembicara, di antaranya TIMOTIUS MURIB (ketua MRP Papua), DR. I. NGURAH SURYAWAN (Akademisi Unipa), IBU PDT. DORA BALUBUN (Sinode GKI Papua), RONALD TAPILATU (Persekutuan Gereja Indonesia, Biro Papua), dan HARIS AZHAR (Pengiat HAM).

Dewasa ini penolakan bangsa papua terhadap kebijakan Indonesia tidak terjadi hanya belakangan tahun-tahun 2021 dan 2022 ketika revisi UU Otsus nomor 1 tahun 2001 dan wacana DOB di Papua. Akan tetapi sudah bermula dari tahun 1969 saat melaksanakan PEPERA, sebelumnya setelah melakukan kontrak PT Freeport MicMoran tanpa partisipasi masyarakat Papua dalam pengambilan keputusan kebijakan-kebijakan tersebut yang bersifat sentralistik. Maka prodak hukum maupun kebijakan yang memaksakan orang Papua merupakan perlakuan kontinuitas sistem lama berdasi modern dalam upaya meminimalisir kependudukan dan sistem militeristik untuk kepentingan ekonomi politik. Akhirnya berpotensi menyimpulkan ketidaknyamanan sebab mengkwatirkan akan diterjunkan aparat keamanan yang mengakibatkan pada terjadinya pelanggaran HAM di papua. Pendekatan penyelesaian masalah di papua justru pemerintah melakukan pendekatan keamanan justri eskalasi konflik dan pelanggaran HAM semakin meningkatkan secara masif yang koheren dengan kepentingan yang terselubung.

Maka apakah dampak negatif  dari wacana DOB di Papua? tentu akan dijelaskan lebih lanjut oleh para pemateri.

Dr. I. Ngurah Suryawan (Akademisi Unipa)-Penentuan DOB dari sudut pandang Akademisi, bahwa apakah benar akan menyelesaikan masalah dan soluasi bagi penyelesaian persoalan di papua?

Latihan lain main lain,

Bicara lain praktik lain – katanya pinjam dari kata Pdt. Dr. Benny Giyai.

Dalam relasi papua dan Jakarta, para elit menjadi tim sukses untuk melaksanakan misi dan program di papua sebagai bagian konsolidasi kekuasaan dengan sistem belikan gula-gula janji manis kepada para elit di papua (Dr. Pdt. Beny Giyai). Pertama pintu masuk menjadi pemekaran provisni baru bersumber dari; (1) Rencana Jakarta dari tahun 1984, SK Mendegri No. 174/1986 tentang terbentuknya 3 wilayah di Irian Jaya (Irian Jaya, Irian jaya Barat, dan Irian Jaya Tengah), (2) melalui intruksi Presiden (Inpress) Nomor. 1 tahun 2003 mengenai pelaksanaan UU nomor 45 tahun 1999 tentang pembentukan provinsi Irian Jaya barat, tengah dan timur, (3) Kasus Rasistem Agustus 2021 di surabaya  di lanjutkan dengan pertemuan 61 tokoh  Papua dengan Jokowi Dodo meminta pemekaran, serta (4) Revisi Otsus Papua UU No. 2 tahun 2021 dan konsolidasi pemekran oun dimulai, sebelumnya setelah pengesahan UU Tenaga Kerjaan (Omnulow).  

Pemekaran secara Yuridis, UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua pasal 76 menyebutkan bahwa pemekaran kota kabupaten dan Provinsi dilakukan atas persetujuan MRP dan DPRP setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kastuan sosial budaya, kesiapan SDM dan Ekonomi, serta perkembangan masa depan. Namun dalam Revisi UU Otsus telah mengamandemenkan pasal 76 yang sebelumnya terdiri dari satu ayat menjadi lima ayat. Maka telah berubah menjadi pemerintah dan DPR dapat melakukan melakukan pemekaran daerah provinsi dan kabupaten kota  menjadi daerah otonom untuk mempercepat pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik,  dan kesejahteraan masyarakat, serta mengangkat harkat dan martabat orang asli papua dengan memperhatikan aspek politik, administrasi, hukum, kesatuan sosial-budaya, kesiapan sumber daya manusia, infrastruktur dasar, kemampuan ekonomi, perkembangan pada masa yang akan datang, dan atau aspirasi masyarakat Papua (bunyi pasal 76 ayat 2 UU No 2 tahun 2021 tentang Otsus Papua). Tetapi, kalau kita tinjau kembali amandemen pasal tersebut benar-benar tidak memperhatikan atau mempertimbangkan hak-hak dasar orang asli papua.

Logika pemekaran para elit dari pada mengusulkan ataupun mendorong untuk pemekaran DOB di papua terdiri dari; (1) sebagai upaya percepatan pembangunan dan (2) perbedaan suku harus juga dibarengi perbedaan administrasi agar terorganisir yang baik untuk mengurus sukunya sendiri. Adalah sebetulnya bagian dari keterpecahan diri dari satu kesatuan kesukuan dan intoleransi poralisasi atas batas wilayah antar gunung dan pesisir yang menuju keterpecahan yang retak. Sehingga dalam administrasi reorganisasi kepemerintahan wilayah pemekaran pun demikian sama halnya, tentang mencerminkan kesukuan, seperti wilayah sorong berkeinginan membentuk Provinsi Papua Barat Daya dan sebaliknya di daerah lainnya.

Tetapi kekwatiran pun menjadi-jadi ketika ada implikasi-implikasi politik tertentu yang kemudian mendorong membentuk DOB, bahwa pengalaman sebelumnya dan gambaran kebijakan pemerintah yang kemudian itu menjadi alasan yang ditakuti orang papua. Seperti tahun 1980-an telah mengenal kebijakan migrasi dan operasi militer yang pada gilirannya akan punya bagi masa depan hidup orang asli papua.

Kalau kita melihat tentang hubungan para elit dan pemekaran DOB di Papua, terbentuknya kelompok-kelompok perantaraan dari berbagai elemen masyarakat yang mencobah untuk mencari keuntungan dan menjadi jempatan untuk menyetujui proyek-proyek yang ditawarkan melalui pemerintah pusat. Juga kehadiran itu akan memberikan menciptakan ruang atas kehadiran perusahan asing untuk mengekesploitasi sumber daya alam yang akan menghancurkan tatanan sosial budaya maupun sumber ketergantungan hidup. Tentunya sama sekali tidak akan memperhatikan hak-hak masyarakat adat. Bagian kampung-kampung akibat kehadiran pemekaran provinsi baru akan dijadikan finansialisasi melucuti pikiran melalui anggaran dana Kampung maupun praktek gelap lain melalui praktek penyuapan sebagai cara pembungkaman suara-suara warga sipil. Konteks ini akan mengakibatkan pada ketergantungan dan kehancuran prakarsa masyarakat tentang kreativitas dan inovasi dalam budaya kerja. Para pihak konstruksi asumsikan afirmasi dan rentang kendali pemerintah. Tetapi kalau kita lihat beberapa kabupaten lain efektivitas pelayanan publik masih belum memperbaiki seperti aspek pendidikan dan kesehatan.

Haris Azhar (Pengiat HAM)-proses penentuan atau Wacana DOB yang penuh kejangkalan. Apakah ketentuan DOB menjadi Solusi mengurangi penyeleasaian masalah pendekatan keamanan?

DOB itu merupakan suatu pendelegasian kedaulatan atau kewenangan dan tata kelola dari pemerintah kepada sebuah wilayah secara desentralistik daerah otonomi khusus. Ambiguitas lain tentang prodak undang-undang tentang rancangan UU pemekaran itu harus melalui naskah akademik berdasarkan dengan pertimbangan filosofis, yuridis, dan sosiologis.

1.      Filosofis.

Secara filosofis harus melihat apakah memang benar ada sekelompok suku besar ingin punya provinsi? Apakah Provinsi adalah konsep yang dikenal dalam pranata adat orang papua di dalam kelompok besar tersebut sesuai dengan norma adat dan ketatanan hidup mereka? Atau juga kita bisa lihat govermen dalam tata kelolaan pemerintah daerah diukur dari banyak indikator, seperti data partai politik yang terbitkan oleh badan pusat Statistik, dan juga sejumlah kementerian lain yang ada hubungan dengan indikator-indikator tersebut memastikan efektivitas tata pengelolaan pemerintahan daerah untuk mengukur kapasitas DOB untuk cukup dimekarkan atau tidak.

Tetapi alasan lain juga anggapan para elitik jakarta bahwa orang papua masih tertinggal, terbelakang, dan terisolir yang harus diperdayakan dan diperadabkan. Kemudian berikutnya  parameter wilayah yang luas. Akan tetapi simulasi operasionalisasinya belum pernah memastikan atau dibicarakan hal urgensinya.

Ada beberapa alasan yang digunakan pendekatan-pendekatan yang  menjamin kehidupan kita sebagai sebuah bangsa bagi negara hukum. Jika ukuran dan pertimbangkan itu dipraktekkan  sebagai negara hukum, banyak hal yang belum memenuhi syarat untuk pemekaran provinsi baru di wilayah Papua. Dengan demikian, ukuran sisi filosofisnya menilai suatu kepaksaan atas kemauan jakarta dengan alasan lainnya yang kemudian menjadi tolok ukul untuk terus memaksakan pemekaran DOB.

2.      Yuridis.

Secara hukum, rujukannya pakai prodak hukum apa? Sekalipun ada bagaimana dengan uu lain yang melarang atau membatalkan praktek yang dilakukan oleh pemerintah. Lalu kontradiksi uu itu sendiri pun bukan hadir untuk diselesaikan berbagai persoalan substansial yang belum pernah mendekatkan justru semakin menumbuk dari hari ke hari, malah dipaksakan untuk diabaikan satu di antara yang lain, semata-mata supaya papua dimekarkan wacana pemekaran provinsi Baru tersebut.

3.      Sosiologis.

Ada periode kekerasan yang tidak pernah berhenti. Dibalik kekerasan itu tidak ada parade penegakkan hukum yang berpihakkan kepada korban. Justru penegak hukum menjadi bagian dari bab kekerasan hukum dan menjadi judul dalam praktek kekerasan. Maka dari situ kita bisa mengatakan bahwa adanya diskriminatif  kebijakan. Contoh kogritnya daerah-daerah sasaran pemekaran masih berpotensi konflik operasi militer dan terjadi tsunami penggungsian. Apakah ada solusi wacana kehadiran DOB bagi rangkaian kekerasan negara. Sekiranya pemerintah mewacanakan pemekaran adalah benar untuk mempercepatkan pembangunan untuk kesejahteraan orang asli papua, terlebih dahulu diurus dulu persoalan kemanusiaan.

Dengan demikian gambaran dari pemaksaan DOB ini merupakan keinginan Jakarta untuk terus memaksakan mengokupasi/memperpanjang penguasaan monopoli terhadap papua. Seharusnya ada energi untuk negara itu lebih melibatkan untuk menghentikan praktek kekerasan. Memulihkan para korban lalu memperbaiki kualitas orang asli papua. Harus ada UU pemulihan martabat orang papua.

Apa dibalik UU DOB ini?

DOB ini salah satu siasat Jakarta untuk terus semakin melemahkan orang papua. karena setelah ada beberapa provinsi baru, tentunya ada kebutuhan yang banyak, struktur pemerinhan di dalam daerah mengalami kapasitas dari sisi kualitas maupun kuantitas  itu tidak akan mencukupi. Karena ketika orang asli papua belum siap untuk menerima tandangan baru, maka akan membuka peluang bagi orang pendang mengisi dalam segala bidang sektor pemerintahan. Oleh karena itu mekarkan DOB adalah bagian dari praktek kepanjangan tangan dari uu Omnuslow untuk penguasaan papua yang lebih jauh yang mereka  membutuhkan kantor-kantor cabang. Maka strategis jakarta memerlukan struktur baru  untuk berkepanjangan tangan dari  praktek pemerintah  yang menjalankan agenda omnuslow, itulah yang kemudian ada kebutuhan UU tata kerja disana.                   

Lalu bagaimana dengan praktekkan Keamanan

Praktek sengaja yang dilakukan pemerintah ketika mereka tahu akan melahirkan penolakan. Memang ada tujuan juga. Ketika orang papua turun ke jalan, dapat berargumentasi untuk makin menambah jumlah maupun operasi di papua. Maka DOB juga taktik provokasi pusat membuat orang papua marah dan kecewa. 

Komentar