Referens Sejarah Lisan

Tangkapan Atas Referensi Khususnya Pengantar Buku;

SEJARAH LISAN DI ASIA TENGGARA – Teori Dan Metode

Yang Ditulis Oleh: P. Lim Pui Huen, James H. Morrison, Kwa Chong Guan

Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta; 2000.


By Hengki Wamuni

Sejarah lisan adalah salah satu disiplin ilmu sosial dan sejarah yang berusaha meneliti, rekam dan dokumentasikan perkembangan dari fakta sejarah lisan secara verbal dan gejala sosial tertentu yang pernah ada. Sejarah lisan akan meneliti fakta sosial dan perasaan dari pengalaman orang-orang supaya memperdalam pengetahuan mengenai peristiwa masa lampau. Ada fakta yang membekas dalam ingatan, pengalaman masa lalu tidak terungkapkan yang mana telah membentuk mereka, keinginanan dan harapan yang belum terakomodir begitu saja hilang, sementara sejarah yang berhasil publikasi melalu berbagai literatur pusaka tingkat regional, nasional dan internasional corak dominasi para elit pihak penguasa. Sejarah lisan bagi rakyat jelata dan tertindas diabaikan/disisahkan, sejarah yang lebih dianggap ilmiah adalah sejarah yang berdasarkan sumber tertulis.

Sejarah lisan berbentuk rebut kembali jatih diri dan kembalikan sejarahnya sendiri. Sejarah hidup yang diabaikan, dilupakan oleh elit karena baginya tidak begitu penting, dia merasa sejarah lisan corak dari ketertinggalan, indikasi tidak ada kemampuan, tidak berbobot memenuhi standar ilmiah. Sebenarnya kalau menyelesuri bentuk-bentuk halangan oleh pemegang otoritas dalam konteks masyarakat terjajah, tampak adanya tanda muatan (indikasi) politik. Sikap ini telah menghalangi jalan masuk (akses) suatu komunitas suku bangsa yang tidak mengenal dokument. Seperti dalam konteks belahan Eropa dan Asia lebih jarang muncul dalam sumber tertulis sejarah masyarakat yang terjajah, tidak berdaya, buruh, wanita, anak-anak, dan komunitas minoritas. Orientasi politik berkaitan halangi sumber sejarah yang tidak terungkap tersebut di atas itu terjadi ketika ada semacam terkontrol oleh tangan tertentu, misalnya penguasa dan pihak yang memiliki kepentingan tertentu. Sehingga dalam autput hasil kajian tersebut bagian-bagian yang kurang enak diketahui masyarakat disembunyikan (xvi).

Sejarah lisan tidak hanya mengisahkan patokan pada apa yang terjadi dan siapa yang melakukan apa! Tetapi memahami dalam konteks yang menyeluruh termasuk antara lain disebabkan oleh siapa dan menyebabkan apa, kondisi kehidupan sehari-hari, hubungan antar sistem dan akses warga, kondisi psikis setelah pengalaman itu diterima kehidupan lebih lanjutnya. Dalam hal ini, Aswi Warman Adam (2000) mengatakan bahwa sejarah lisan membuka kemungkinan besar membongkar dan sajikan mengenai sejarah keluarga, emosi dan konflik, perilaku seksual dan sebagainya. Adam mengakui bahwa dengan memperkenalkan kenyataan baru di di kalangan masyarakat bawah, akan dapat menantang asumsi yang ada selama ini atas menolak pengakuan atas sejarah hidup yang berasal dari bawah. Baginya merasa sejarah lisan ini memberikan ruang kebebasan dan mengakui kelompok masyarakat yang terlupakan (xvii). Adam menekankan penting terapan demokrasi yang bebas dan memberikan peluang dan akses mudah sejarah lisan, terlepas dari kecenderungan orientasi politik yang terus menyudutkan masyarakatnya.

Sejarah lisan dibagi ke dalam dua bagian, pertama pengalaman hidup secara langsung dialami pihak yang dikisahkan, yang kedua bersumber dari warisan cerita dari orang lain (hlm xiii). Kemudian disebutkan dengan sumber tradisi sejarah lisan dan sejarah lisan. Sumber tradisi sejarah lisan merupakan cerita yang diturunkan, diwariskan oleh generasi pertama kepada generasi berikutnya dalam bentuk fakta sejarah, cerita rakyat dan mitos yang dapat dihidupkan, serta restarikan dari pihak orang kedua dan ketiga. Sumber sejarah lisan berkenaan dengan pengalaman langsung dan kenangan, perasaan yang telah dialami datanya diperoleh dari orang pertama saksi mata ((xiv).

Sejarah lisan adalah suatu kritikan sosial dan sejarah atas memisahkan sumber sejarah dan dokument dari tingkat warga yang berada diluar dari akses kekuasaan (hibritas) dan rentan (xxi). Saya memahami ketelitian sejarah lisan ini akan menolak kekuasaan dan status quo. Sebabnya kajian bidang sejarah lisan sangat diperlukan pendekatan etika, dimana menghargai, mempergunakan dan analisis berdasarkan dan berpatokan kisah yang diperoleh dari sumber, tanpa menggunakan analisis sudut pandang para peneliti sendiri secara bebas. Dalam konteks keadaan sosial tertentu, misalnya kolonial, sejarah lisan akan membela dan menolong para korban dari kekuasaan lalim, atau Adam sebut menjadi sejarah korban dengan mengungkapkan hal-hal yang ditutup-tutupi pada masa dan periode tertentu. Dalam hal ini, Paul Thompson mengatakan bahwa, penelitian lisan mengembalikan sejarah pada masyarakat.

CAKUPAN SEJARAH LISAN

Referensi yang saya dapat dari buku ini, ruang lingkup dan objek kajian sejarah lisan tidak hanya dikenal dengan cerita rakyat. Dalam perkembangan selanjutnya, misalnya dalam konteks kolonial Asia studi lisan digunakan untuk mengeluti sejarah kelam yang terpendamkan oleh hegemoni barat. Misalnya, melakukan studi sejarah mengenai kenangan bekas budak hitam di Amerika.

Studi lisan menjadi semacam rujukan penelitian terhadap ruang lingkup yang lebih luas dalam konteks sosial tertentu dan dinamika kehidupan masyarakat. Berkaitan dengan mengali dan ungkapkan sejarah kelam dan kenang pengalaman yang membekas dalam dada yang belum pernah keluarkan menjadi dokumen.

Komentar