Refleksi Makna Natal Dalam Krisis Kemanusiaan

 TERANG NATAL DALAM KEKELAMAN

[Refleksi Makna Natal Dalam Krisis Kemanusiaan Intan Jaya]


By Hengki Wamuni

PENGENALAN AWAL

Referensi Natal ini saya memulai dari refleksikan keadaan warga jemaat yang ada dalam situasi konflik perang bersenjata antara Militer Indonesia dengan Tentara Pejuang Pembebasan Papua Barat dan berbagai kausalitas yang dialami warga. Fokus penyajian ini pada konsep sinar Natal menerangi dalam dunia kekelaman. Uraian ini dimulai dengan sebuah pertanyaan etik, apa sih sebetulnya konsep natal bagi warga yang masih terjoblos dalam kurungan yang tidak memiliki kebebasan dan masa depan hidup yang kabur! Ketika hidup penuh rasa takut, tidak bebas, meninggalkan luka dan duka yang mendalam atas kegugguran ayah, ibu, anak atau sanak saudara yang mereka kasihi dihabisi peluruh TNI, dan warga harus meninggalkan pemukiman karena kampungnya telah diisi oleh Aparat Militer Indonesia yang dalam tujuan tindakan operasi gerakan gerilyawan. Semakin menjadi tidak jelas pihak yang bisa mengambil peran dalam upaya revitalisasi dan normalisasi situasi sosial.

Tengah kondisi menyengsarakan umat, pemerintah secara spontan mengeluarkan kebijakan tentang proyek pembangunan wisata patung Tuhan Yesus yang berafiliasi dengan militer sandi Operasi Damai Cartenz. Apa yang dilakukan pemerintah untuk bangun patung Yesus sama sekali tidak memberikan manfaat apa-apa dalam situasi ini bagi masyarakat sipil. Tetapi saya klaim Inisiatif program seperti ini ditunggangi dengan kepentingan tertentu, justru semakin memperkuat atau memberi-suburkan konflik itu sendiri.

Sejak awal konflik bersenjata terjadi akhir tahun 2019 hingga saat saya menulis referensi ini (akhir 2023) kondisinya masih sama tidak mengalami perubahan yang signifikan. Belakangan ini rentetan aksi kontak senjata disusul kekerasa hingga berjatuhan korban nyawa dari pihak warga sipil maupun kompatan terus terjadi. Terutama menyoal masyarakat pengungsi menjadi masalah tersendiri dan persoalannya sangat kompleks. Momen Desember di tempat-tempat pengungsian semakin memperkuatkan penghayatan suasana yang dirindukan dimana dunia yang berharap damai dan sentosa itu hanya tinggal kata-kata tanpa makna dan bahan ucapan tanpa realistik, yaitu sebuah wacana teologis kalangan orang beriman di Papua.

Keberadaan aktor keamanan di Sugapa tidak memberikan jaminan stabilitas sosial. Justru kehadiran mereka menyebabkan trauma dan tidak bebas menjalankan aktivitas. Karena itu, penarikan militer Indonesia dan memberhentikan isu pembangunan Blok Wabu di Intan Jaya menjadi syarat akan terciptanya normalisasi kembali dengan sendirinya keadaan sosial masyarakat. Tentunya upaya ini dibarengi memberbaiki klaim nasionalisme yang sempit oleh negara. Agar memandang orang Papua dengan jerni tanpa menggunakan kacamata ekonomi politik, persoalannya tidak pernah sampai terselesaikan.

Mengeluti keadaan ini, Reflektif momen pengenapan Janji Allah ini menjadi perenungan mendalam. Bahwa Yesus yang dijanjikan telah memberikan harapan. Ia datang untuk membawa kedamaian, menegakkan keadilan dan memberikan penghormatan atas derajat manusia. Ini menjadi semangat dan dasar pijakan kita mempertanggungjawabkan iman dan kasih kepada Allah sesuai profesi dan kemampuan yang telah Tuhan berikan dalam panggilan-Nya (Filipi 2:15).

KONSEP NATAL

Segi hakekatnya Natal merupakan kasih dan damai. Dimana kasih Allah akan dunia itu tergenapi di dalam kedatangan Kristus ke dunia (Inkarnasi). Dia menjadi jembatan menjalin kembali hubungan dan pendamaian akan dosa melalui kelahiran, pelayanan, kesengsaraan salib dan kebangkitan dan kenaikan ke sorga. Segi kepercayaan, kita sebagai orang Kristen beriman bahwa Natal itu adalah puncak dari terlaksananya janji Allah  dan tergenapi nubuatan para rohaniwan sejak dulu kala. Adapun juga nubuatan-nubutan yang diturunkan oleh leluhur tentang satu era baru yang ditandai perubahan drastis yang terdapat dalam masing-masing budaya suku-suku Papua. Sekalipun itu jauh berbeda dari konsep Natal tetapi aspek perubahannya memiliki kesamaan terpisahkan dari unsur politik (seruan pertobatan) seperti prinsip Injil . Karena kegagalan manusia untuk mematuhi dan melaksanakan hukum dan janji Allah (Firman Tuhan) dalam kehidupannya terjadi begitu banyak masalah. Dalam kitab Perjanjian Lama menarasikan peristiwa tersebut sebagai ganjaran dari sikap ketidaktaatan mereka kepada Firman Allah (bdg Yeremia 29:19-23, Roma 11:12). Yesus lahir ke bumi membawa kesejukan dan sukacita besar. Ia membawa pengharapan hidup yang lebih baik dimensi spritualitas dan sosial.

Dalam kalender Kristen, Natal itu perayaan akbar dan hari libur. Perayaan ini tentu saja memperingati peristiwa kelahiran Kristus. Tetapi dalam tulisan ini saya tidak menerangkan lebih jauh untuk konsisten pada gagasan yang hendak ingin saya disampaikan.

Pemaknaan Natal punya pemahaman yang beragam sesuai dengan iman dan itu semua benar. Tetapi menurut saya Natal sebagai pokoknya adalah momentum reflektif, kontemplasi, penghayatan, introveksi dan macam-macam tentang kasih kebaikan Allah, berita kedamaian, restorasi dan membawa pengharapan hidup. Setelah direnungkan tema-tema di atas, berusaha memberbaiki hubungan sesama, menyelesaikan utang atau masalah hidup yang merintangi kedamaian batin. Agar Natal yang disanjungan penuh kasih, damai sejahtera, riang sukacita itu segerah terjadi di dalam individu dan kelompoknya.

Bentuk manifestasi beragam; ada yang ekspresi melalui seni dan perhiasan, derma sosial bentuk barang dan jasa, korban atau keluarkan kepemilikan untuk menyokong perayaan Natal, lainnya melalui perayaan-perayaan ritualitas Kristen atau di Eropa pertukaran kado/barang. Semua baik dan Tuhan menilainya.

REFLEKSI NATAL DALAM KONFLIK DAN KAUSALITAS

Natal, janji dan nubuatan sampai pengenapan secara kronologis dan pemaknaannya lazim kita ikuti melalui berbagai sumber dan tempat. Sehingga dalam tulisan ini saya tidak mengalih peristiwa tersebut dan makna teologis, kecuali saya akan sisipkan uraian dalam narasi yang relevan.

Damai Natal Hanya Wacana

Tetapi apa makna Natal bagi warga masyarakat Papua lebih khusus lagi umat Tuhan di Intan Jaya? Adalah sebuah pertanyaan kunci perenungan dan penyajian pada bagian ini.

Wajarnya damai Natal harus dimulai dari keiklasan batin atau pikiran bebas dari segala kecondongan keburukan yang disebutkan dengan dosa dan salah. Secara fisiknya ketenaran didukung dengan situasi sosial yang stabil, ayomi  warganya (jemaat), terpenuhi berbagai kebutuhan dan fasilitas hidup dst. Apakah situasi ini sudah terpenuhi di momen Natal bagi umat Tuhan yang berada di kab Intan Jaya dalam keadaan dalurat operasi militer?

Natal yang suci dinodai percikan darah-darah, jiwanya luka pilu melanda, ketegangan dan kesunyian menghiasi situasi, diaspora adalah pilihan rasional menghindari keadaan di atas ini mencari ketenangan dan keteduhan sementara. Tempuh melalui jalan ini juga tidak memberikan sebuah solusi. Disana pun semakin menamba persoalan baru disebabkan oleh kurang mendapatkan akses pemenuhan hak-hak dasar bagi warga pengungsian. Ditambah lagi dengan karena mereka kehilangan tempat tinggal dan berbagai fasilitas hidup, tempat beribadah, adaptasi lingkungan baru, kenyamanan kehidupan keluarga yang sangat desak-desakan dst. Hal ini bisa meluas kepada masalah lain misalkan berdampak pada persoalan pertumbuhan fisik, mental dan sosial serta spritualitas yang tidak berimbang bagi warga yang hidup dalam situasi sosial tidak keruan.

Natal yang isinya damai dan sukacita bagi warga jemaat Intan Jaya adalah bahan wacana yang tidak merealisasikan. Pemberitahuan malaikatan Allah mengenai kabar gembira bagi umat manusia diiringi pujian hangat sambuatan kelahiran sang raja Damai (Lukas 2:10-14), apa yang kini dialami bagi mereka diubah menjadi suatu pengumuman pemerintah untuk eksploitas PT Mind ID di Blok Wabu Intan Jaya, Operasi militer, proyek pembangunan wisata patung Tuhan Yesus, pemekaran Pos-pos miliiter yang lebih banyak. Isi pesannya hendak membunuh dan menyebarkan kekerasan terhadap warga sipil, pengungsian, niatnya warga sipil dipindahkan ke tempat lain atau wilayah baru, pengalihan wilayah adat, penghancuran bioekosistem, pengrusakan hutan dan deforestasi. Damai hanya sekedar kata-kata penuh sandiwara yang menutup kemelutan sosial yang persis kesuraman Horedes yang meninggalkan duka bagi orang Yahudi (Matius 2:18).

Kegalakan raja Herodes Agung boneka Kaisar Agustus kerajaan Romawi itu membunuh bayi-bayi di Yerusalem menyebabkan tangkisan amat pilu dan meninggalkan duka yang mendalam bagi warga Yahudi (Mat 2:18). Menghindari sikap arogan dan kediktatoran raja Herodes yang penuh ambisius, Yesus harus mengungsi. Yesus adalah korban pertama dari pengungsi dalam sistem kerajaan yang dikendalikan dunia (Matius 1:13-15). Disini terjadi suatu perkelahian yang amat sengit antara raja yang berasal dari kebenaran dan raja yang berasal dari dunia (tidak berasal dari Allah). Pada akhirnya kerajaan dunia tidak akan bertahan lama, raja baru yang berasal dari kebenaran akan bangkit meraih kemenangan dan menadapatkan kekuasaan lebih tinggi melalui kemuliaan salib Kristus dan kebangkitan-Nya. Lalu mengembalikan dan membawa umat manusia kepada Allah yang benar (Kejadian 3:15, Ibrani 2:14, Kolose 2:15, Roma 16:20).

Bantut Terang Natal

Seumpamanya Yesus pengharapan yang dijanjikan itu lahir dalam situasi apa yang terjadi saat ini mungkin dilahirkan tempat pengungsian. Mungkin juga lahir di perjalanan, di gua atau hutan belantara dalam perjalanan menghindari operasi militer. Mereka tidak menghiraukan itu raja yang membawa kesejukan perdamaian dan keselamatan bagi jiwa dan raga mereka. Kegentingan yang diakibatkan cara dan pendekatan yang dilakukan negara terhadap umumnya orang Papua dan warga gereja di Intan Jaya melalui agresif, represi militer, kebijakan eksploitasi pusat dan sekuritisasi wilayah. Niatnya, hanya didorong ketamakan kekayaan, rakus, dan tabakur. Kemudian dengan menggunakan kedudukan, kekuasaan dan paralatan negara berkolaborasi rahasia para elit politik, konglomerat dan elit TNI yang mencekik rakyat biasa hanya mengejar harta karun yang terpendam perut bumi. Di satu pihak, pemerintah yang secara spontan berafiliasi dengan sandi Operasi Damai Cartenz mengeluarkan kebijakan pembangunan patung Tuhan Yesus juga bagian dari upaya negara memperkuatkan ciptakan situasi sosial yang tidak stabil. Pendekatan humanis (kemanusiaan) dan kegiatan sosial yang dijanjikan adalah pola lama yang digunakan oleh aktor-aktor pemelihara situs kekerasan dan pembunuhan untuk menyempunyikan citra buruk mereka di mata publik. Kaum solider dan studi yang fokusnya pada bagian dunia yang mengalami bentuk penjajahan telah mengemukakan dengan pasti bahwa formulasi dari formasi (1) pembangunan yang identikknya dengan berkebutuhan kemajuan, (2) kesejahteraan sosial, dan (3) kebijakan keamanan merupakan satu paket dari bentuk penaklukan yang sistemik. Penaklukan sistemik adalah sifat penjajahan yang tersempunyi dalam kebijakan, aturan dan regulasi yang kelihatannya baik tetapi pada hakikatnya menindas dari semua segi kehidupan. Lalu suatu keadaan penyingkiran dan kesenjangan sosial menerima begitu saja sebagai sesuatu yang wajar-wajar saja tanpa kritisi. Yang pemerintah Indonesia kini menggunakan dengan jargon pembangunan, kesejahteraan dan stabilitas sosial dengan pendekatan keamanan untuk melakukan pendekatan terhadap tanah Papua.

Perlakuan seperti inilah yang dalam Alkitab menarasikan bahwa pemerintahan/kerajaan Romanum dominium meminta ketaatan penuh untuk menyembah kepada patung Kaisar Agustus bandingkan bangun patung Tuhan Yesus di Intan Jaya. Bagi siapa saja warga negara yang tidak mematuhi perintah dan aturannya mendapatkan hukuman mati. Keadaan sistem pemerintahan kerajaan Romawi yang diktator dengan menjalankan sistem besi banyak orang Kristen yang mati martir, seperti Yohanes pembabtis yang dibuang ke pulau Patmos, rasul Petrus salib dengan terbalik, termasuk Yesus Kristus sendiri pun korban dari perlakuan sistem pemerintahan Romawi yang lalim. Komparasikan dengan apa yang kini di Intan Jaya, Pdt Yeremia Zanambani adalah seorang yang disegani dan pemimpin gereja yang berpengaruh. Kemudian ia menghimpau kepada masyarakat agar tidak mudah menyerahkan tanah adatnya kepada pembangunan Blok Wabu. Sikap Pdt Yeremia ini dinilai mengambil posisi yang melawam dengan visi dan misi pemerintah sehingga diduga telah dibunuh oleh militer Indonesia. Termasuk katekis Agustinus Nabelau yang tertembak mati saat ia melindungi warga yang sedang bingung mencari tempat keselamatan dari penyisiran militer di kampung Jalae sebelah utara dari Sugapa.

Yesus lahir ribuan tahun yang lalu di dalam kondisi yang sangat terperosok dan menjepitkan sistem pemerintahan yang dijalankan tangan besi, sistem keagamaan yang mencari nama dan popularitas dengan manipulatif hukum sanhedrin serta penghimpitan sosial budaya orang Yahudi dalam budaya helenistik telah menyinarkan terang Allah bagi dunia (Mat 4:16, 2 Kor 4:6).

Peran Negara & HAM

Sejak lama pemerintah meninggalkan kesan terhadap keadaan masyarakat korban dari operasi militer sejak September 2019 hingga pengujung tahun 2023. Negara dengan sikap tegas menyeruhkan dan memperhatinkan kondisi masyarakat pengungsi Palestina di Gaza, mengeluarkan pernyataan keperhatinan dan bantuan kemanusiaan kepada warga Rohging di Aceh tetapi untuk di Papua menganggap baik-baik saja. Sangat paradoks dengan sebenarnya apa yang terjadi di Papua.

Pengamatan saya selama perjalanan ke Kampung beberapa kali situasi warga yang bermukim luar dari ibu kota Intan Jaya di Sugapa jauh lebih para dari gambaran dalam laporan dan rilis berita oleh LSM dan awak media selama ini. Aspek pendidikan sangat terbelakang dari slogan pendidikan ideal. Lebih para kondisi kesehatan, saya sulit gambarkan. Sebelum konflik bersenjata masyarakat bisa dapat akses kesehatan hanya di ibu kota distrik.  Sebelumnya pemda menempatkan rumah pembantu Puskesmas (Pustu) menurut keberadaan Desa tetapi tidak menyediakan sarana perobatan dan tenaga pelayan. Puskesmas distrik Homeyo dan Wandai setelah meledakkan konflik sampai saat ini tidak berjalan. Kampung Dimijo selama bulan Februari-April kematian mencapai 13 jiwa. Kebanyakan yang meninggal ibu-ibu dan bayi. Tidak termasuk identifikasi dari kampung lain atau tingkat distrik, tentu saja datanya lebih banyak. Situasi sosial ini juga membuat kegiatan perekonomian masyarakat menurun. Tidak kelola baik dana kampung oleh penyelenggara pemerintahan kampung. Termasuk instansi yang berwenang tidak profesional dalam pengawalan anggaran menyebabkan rakyat tidak sejahtera.

Singkat kata, akibat konflik perang bersenjata di Intan Jaya menyebabkan ketidakadilan dalam penegakkan dan penindakan hukum, halangi memenuhi kebutuhan semua aspek kehidupan secara sengaja, serta meninggalkan kesan atas peristiwa degradasi sosial. Pembiaran bentuk kesengajaan merupakan persis sikap penjajah yang mengadakan pengolongan atas dasar ras dan etnis lalu menempatkan dirinya diatas masyarakat lokal. Sehingga menganggap kondisi apa yang terjadi dan dialami warga gereja, termasuk tindakan kejahatan negara adalah bagian kenormalan yang tidak perlu menaruh kepedulian dan pembelaan. Melihat apa yang terjadi di lapangan, mempertanyakan netralitasi posisi negara dalam menegakkan hukum dan keadilan bagi semua orang sebagai warga negara. Secara teologis, kedudukan pemerintah sebagai pelayan Allah dengan tujuan memperjuangan keadilan, perdamaian agar terpeliharan kesejahteraan dari aspek ketenangan jiwa dan pemenuhan kesetaraan pembangunan (Roma 13:1-3). Segi hukumnya, pemerintah mempunai kewajiban untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak dasar masyarakat sebagaimana ditegaskan dalam pasal 28 ayat (4) UU 1945. Demikian juga telah dijelaskan pada UU No 39 tahun 1999 tentang HAM pasal 71 untuk pemajuan HAM, tetapi nyatanya pemerintah menjadi sumber malapetaka bagi kelangsungan kehiduapan umat.

Kitab Matius 2 menarasikan bahwa Herodes sangat kejut mendengar kabar sang raja baru yang membawa damai yang dilahirkan di Betlehem. Herodes yang memiliki kekuasaan, kejayaan dan kekayaan sangat merasa terganggu. Tentunya raja yang baru dilahirkan memiliki rencana yang sangat berbeda dengannya. Sebab Kristus akan menegakkan kebenaran dan keadilan berdasarkan kasih. Akan tetapi, Herodes ingin masih mau berkuasa dan tidak menghendaki orang lain menjadi pengantinya.

Kelahiran Kristus membawa harapan dan sukacita besar bagi orang lemah dan sedang mengalami penindasan oleh para penguasa. Mengakali berbagai siasat rencana jahat adalah jalan satu-satunya oleh pihak-pihak yang mempunyai kepentingan agar mempertahankan status quo dengan memanfaatkan kekuasaan dan peralatan negara. Akan tetapi, tidak lama kemudian kerajaan yang dibangun atas dasar lalim, fasis, rasis dst akan tumbang membuka fase baru dimana kebenaran dan keadialan serta kesetaraan disanjung tinggi.

Harapan Hanya Dalam Yesus

Kita melihat kembali kisah awal mula dosa, yaitu peristiwa tragedi besar ketika harus hidup dalam kutukan dari dunia yang sangat sempurna di taman Eden. Ketika peristiwa kejatuhan manusia bergemuruh, Allah berjanji kepada Adam dan Hawa suatu benih. Benih itu semua yang salah itu dibuat akan benar, semua yang rusak diperbaiki menjadi utuh kembali, benih yang membawah perdamaian dan harmonisasi. Peristiwa pemulihan ini berawal dari suatu perlawanan sengit, perselisihan dan konflik. Dalam kitab Kejadian menjelaskan konflik dan permusuhan antara sesama manusia menjadi tantangan berat. Benih yang dilahirkan pun akan terlibat dalam konflik ini, betarung dalam melawan si jahat (ular). Akan tetapi sebuah janji yang memberi pengharapan dan menjamin kemenangan bahwa benih itu akan mengalahkan sih perusak (iblis). Gelombang demi gelombang itu kemudian mengantar pada perdamaian dan perubahan seluruh tatanan hidup.

Dalam perkembangan sejarah, para hamba Allah gambarkan dalam nubuatan benih itu hadir seumpama dengan fajar yang menerobos dalam kegelapan. Itu yang terjadi, Kristus lahir di tempat yang tidak layak menurut hemat kesadaran manusia di kandang Domba tempat yang sangat tidak layak. Cerita yang serupa juga terjadi ketika Yesus harus diasingkan ke Mesir, wilayah musuh secara sosiokultural. Dalam hal ini, menandakan bahwa secara rohani diasingkan dari bobrok dan kejatan manusia. Kristus datang bagaikan sebutir cahaya menembus tempat kegelapan.

KESIMPULAN

Warga gereja Intan Jaya harus mendapatkan perlindungan yang layak seperti warga penjuru Indonesia lainnya. Sebab jemaat Tuhan yang berada di atas juga bagian dari warga negara Indonesia yang layak mendapatkan hak yang sama. Karena itu, menyesalkan dengan sifat manusia yang begitu suka melakukan berbagai kejahatan yang melawan hakikat sifat kekudusan dan perintah-perintah Allah yang mahakuasa. Yesus datang seperti sinar menerangi tempat kegelapan (kejahatan dan dosa). Dalam dunia yang kelam ditandai agresi, kekerasan, ketidakadilan, diskriminasi dan menindas yang lemah atasnya telah terbitlah terang Allah. Adalah akibat konflik bersenjata yang mencekam situasi sosial, menyebarkan kejahatan pembunuhan, diskriminasi, penghilangkan paksa, meningkat gelombang pengungsian, kemacetan pelayanan public dan kesulitan akses pelayanan gereja ini, Yesus adalah pengharapan kita akan kedamaian dan kebebasan aspek kejiwaan dan juga mengubah sistem sosial yany labik baik.

Yesus ribuan tahun yang lalu telah datang ke dunia dan melaksanakan tujuan Allah, mengadakan transformasi jiwa dan sosial secara permanen (keselamatan total). Kemerdekaan itu Kristus telah diberikan kepada semua orang percaya, dan kuasa Roh Kudus itu telah diberikan agar dengan menggunakan kebebasan untuk memerangi segala kecenderungan yang menyengsarakan. Supaya menyebarkan kasih dan kedamaian untuk memperantas perilaku manusia menciptakan kesenjangan sosial. Karena, Firman Allah menjanjikan bahwa hidup kekelaman tidak selamanya begitu lama. Allah sebelumnya sudah mempunyai rencana yang sangat baik bagi masa depan hidup (Yeremia 29:11). Perlakuan keburukan tidak akan bertahan lama, tetapi kuasa Allah akan terus berkembang dan Damai dan keselamatan tidak akan berkesudahan (Yesata 9:1, 6). Kejahatan manusia terhadap Allah sangat besar, kasih karunia Allah semakin bertambah besar dan kepedulian Allah sangat tinggi.

Komentar