KONDISI SOSIAL, EKONOMI, DAN PASTORAL DI DAERAH KONFLIK INTAN JAYA
KONDISI SOSIAL, EKONOMI, DAN PASTORAL DI DAERAH KONFLIK INTAN JAYA
[Studi Lapangan di Kota Sugapa, Distrik Homeyo dan Wandai]
By Hengki Wamuni
P |
ENGENAL AWAL
Tulisan ini menyajikan hasil pengamatan langsung penulis mengenai situasi di Kabupaten Intan Jaya selama perjalanan pada 25 April – 3 Mei 2023. Dengan menggunakan pendekatan naratif, penulis menggambarkan secara langsung apa yang dilihat, didengar, diamati, dan dialami selama di lapangan.
Sejak awal konflik bersenjata hingga saat ini (2019–2023), kondisi di Kabupaten Intan Jaya masih sangat memprihatinkan. Dalam tiga tahun terakhir, rangkaian aksi kontak senjata terus berlangsung, diiringi dengan kekerasan yang menimbulkan korban jiwa serta gelombang pengungsian yang terjadi secara berulang, seiring eskalasi konflik. Aksi kontak bersenjata semakin bergeser serta berpindah-pindah ke distrik-distrik yang sebelumnya relatif aman. Keadaan ini sangat memengaruhi pelayanan publik pemerintah serta gereja maupun menjadi anjaman serius bagi eksistensi sosial dan masa depan hidup masyarakat. Sejak pecahnya konflik, kegiatan pendidikan dan layanan kesehatan terhenti, sementara kondisi perekonomian masyarakat mengalami kemerosotan tajam.
Di tengah kondisi ini, kelihatannya pemerintah belum ada upaya dalam rangka menyikapi situasi dan lebih khususnya penanganan terhadap masyarakat pengungsi, sekalipun secara individu turut hadir yang sifatnya “orang Papua membantu Papua”. Warga pengungsi mengeluh karena belum terpenuhi hak-hak dasar mereka oleh pemerintah seperti kebutuhan penyediaan sanitasi, penyaluran sembako, serta akses layanan pendidikan. Pembiaran oleh negara ini melangkahai amanat UU No. 39 dan 72-73 tahun 1999 tentang pemenuhan HAM bagi rakyatnya. Pemerintah telah melenceng dari kewajiban untuk melindungi, menegakkan dan memenuhi kebutuhan HAM bila bandingkan dengan fakta yang terjadi khususnya di kab Intan Jaya. Merujuk pada tindakan pembiaran ataupun pembatasan pemenuhan akses terhadap HAM secara sengaja oleh pemerintah, maka perbuatan itu dikategorikan sebagai salah satu bentuk tindakan HAM berat sesuai acuan pada pasal 7 dan pasal 9 UU No. 26 tahun 2000 yang berindikasikan pengusiran dan pemindahan warga secara paksa (lihat juga keterangan lebih lanjut dalam pasal selanjutnya).
Persoalan umat Tuhan di lapangan setelah Intan Jaya menjadi salah wilayah zona konflik di Papua, masalahnya sangat kompleks dan rumit. Seperti halnya masalah mental mempengaruhi pada aspek sosial, masalah ekonomi dapat mempengaruhi pada aspek kesehatan, faktor serangan panik akibat kekerasan berdampak pada spritualitas yang sebagai akibatnya melahirkan persoalan baru ataupun masalahnya sama yang semakin memperkeruh keadaan umat di bawah.
Dalam konteks ini para pekerja gereja sendiri mengalami sasaran korban secara jiwa dan pembatasan akses pelayanan pastoral karena alasan keamanan. Gereja yang bagi umat menjadi benteng yang memberikan perlindungan juga telah goyah. Sebab, gembala dan pendeta mereka telah dibunuh oleh aparat militer Indonesia. Sekalipun demikian, masyarakat tetap merawat iman dan menjaga harapan mereka di tengah kerentanan sosial.
Umat ditengah problematika kemanusiaan, penting sekali konstruksi ulang model pelayanan yang kontekstual dan secara holistik. Sebagai orang beriman, Implikasi pelayanan yang holistik didasarkan pada pesan Yesus dimana kebutuhan spritual dan sosial sebagai satu kesatuan dalam tugas panggilan iman (Matius 25:36-46). Dalam hal ini relevan dengan kondisi umat tengah menghadapi trauma akibat kekerasan fisik dan serangan panik, perasaan-perasaan keterpinggiran dan keterasingkan, hilangnya identitas sosial, tekanan beban ekonomi, proses adaptasi dengan lingkungan sosial baru, termasuk pembatasan akses terhadap layanan pendidikan, kesehatan, gereja, ekonomi dst. Tentu saja gereja tidak hanya memiliki peran fokus pada rohani (spritual sentris), tetapi juga memiliki beban sosial sebagai bentuk tanggung jawab iman (Matius 25:36-46). Atas dasar inilah, gereja harus turun tangan secara langsung dalam kegiatan pelayanan pendampingan, pemberdayaan jemaat, mengumuli bersama sesuai kebutuhan warga gereja serta dorongan partisipasi publik agar para solidaritas dapat memberi perhatian keadaan warga jemaat.
Berikut dalam paparan ini, penulis mengalir saja gambarkan masalah-masalah umat Tuhan berdasarkan pengamatan langsung. Terakhirnya akan ditutup paper ini dengan rumuskan suatu tindakan urgen oleh semua stakholder dalam menyikapi permasalahan tersebut.
GAMBARAN KEADAAN SOSIAL, EKONOMI, DAN KEAMANAN SUGAPA IBU KOTA KAB INTAN JAYA
Keadaan Hening
Hari
senin, 07 Agustus 2023 mendaratkan di bandara udara Sokopaki Sugapa pada pukul
07:23. Saat itu keadaan tidak seperti sebelumnya, masyarakat sepih. Setiap
sudut dan landing pesawat saya melihat hanya tentara yang berdiri lengkap
dengan seragam dan senjata siaga di areal bandara. Situasi genting, dua atau
tiga masyarakat Moni karyawan dan agen bandara mondar-mandir mengatur bagasi.
Saya gugup, turun dari pesawat bagaikan menginjakkan kaki di atas bara. Saya
ingin mengambil foto dengan arahkan camera tempat para tentara berdiri, namun
hati saya merasa tidak nyaman. Namun, salah seorang pemuda moni karyawan
bandara membantu berfoto seperti yang ada ini.
Kali itu saya rasa agak lain, masyarakat sunyi sepih. Pada hal sebelumnya bandara menjadi salah satu tempat paling banyak terdapat masyarakat ramai termasuk pasar. Tetapi kenyataannya sedikit masyarakat yang berkeliaran. Kebetulan waktu itu selama seminggu calon kepala Desa 97 kampung beserta masyarakat terkumpul di sugapa menunggu pengumuman nama-nama Kepala Kampung yang terpilih dalam pemilkades serentak yang terselenggarakan oleh instansi Badan Pemberdayaan Masyarakat Kampung (BPMK) kab Intan Jaya.
Ke Kantor Dukaspil
Dari bandara menuju ke kantor kependudukan dan cacatan sipil yang terletak kampung Mampa sebelah utara kantor Bupati Kab Intan Jaya. Pasar Umum, Yogatapa Sugapa sudah tidak melakukan jual beli seperti biasa. Yogatapa adalah pasar sentral yang masyarakat menjual pangan lokal seperti jenis sayur-mayur, ubian dan bahan produksi mekanis dan noken anggrek bahannya dibuat dari jenis tumbuhan lokal. Namun, pasar itu sudah terhenti setelah terjadi Konflik bersenjata antara gabungan aparat keamanan Republik Indonesia dengan kelompok pro Papua Merdeka (TPN PB) pada tahun 2019 lalu. Sekarang ibu-ibu orang asli Moni menjual pangan lokal di sepanjang jalan depan kios dan ujung lapangan sepakbola di Yogatapa. Tempatnya amat sempit tidak jauh dari tempat pembuangan sampah. Mereka duduk berjualan di tanah yang penuh serbuk debuh tanah tanpa alas. Kondisi tempat penjualan yang tidak memadai bisa berdampak kesehatan para ibu-ibu akibat menghirup bauh sampah dan lingkungan yang tidak bersih.
Memanfaatkan Situasi Mendapatkan Keuntungan Besar
Masyarakat menuturkan awal masuk bulan Agustus, 01/08/23 jaringan terkomsel di Sugapa dapat dipadamkan untuk dalam waktu yang tidak ditentukan dengan beralasan mengalami gangguan, walau belum terbukti jelas faktanya. Menyikapi hal itu, dalam moment Apel pagi pada hari senin 07 Agustus 2023, Pejabat Bupati Sementara Apolos Bagau, ST menyampaikan rencananya untuk bernegosiasi dengan pihak Kominfo di hadapan seluruh SKPD lingkungan pemerintah Kabupaten Intan Jaya agar dapat dinyalakan jaringan Telkomsel. Akan tetapi hingga memasuki seminggu, masih terpadam layanan Jaringan Telkomsel. Kepala daerah yang memiliki otoritas tertinggi dalam segala urusan, entahlah apa yang terjadi yang tidak dapat terealisasikan janjinya.
Selain itu, ada pula kelompok mafia-mafia tertentu yang terlibat dalam memperoleh keuntungan dalam penjual-belikan tiket dengan harga yang sangat mahal tujuan Nabire-Sugapa. Pasca konflik bersenjata, harga tiket secara drastis mencapai 2.000.000 – 4.000.000 dari harga normalnya Rp: 1.500.000-an. Hal ini secara langsung berdampak bagi masyarakat. Sementara pedagang warga pendatang mengalami stagnan karena sulit dapat layanan pesawat untuk menginpor bahan-bahan jualan kios dampak dari saking mahalnya harga tiket ataupun hal lain. Maka itu, harga jual barang kios di Sugapa semakin naik. Misalkan, harga Aquarium sedang duapuluh lima ribu rupiah dari harga normal Rp 5000. Kemudian setelah padamkan layanan jaringan telkomsel, harga voucher mengalami kenaikan drastis. Menurut masyarakat dari harga voucher Rp: 10.000 mengalami kenaikan mencapai 20.000 – 30.000 rupiah perhitungan sejam. Sekalipun demikian, masyarakat tetap berantrian untuk mendapatkan akses internet dengan berbagai keperluan. Sementara tempat jualan orang lokal daya belinya menurun menyebabkan kondisi ekonomi warga asli sangat prihatinkan. Dalam keadaan seperti ini memberikan peluang besar bagi masyarakat pendatang memperoleh keuntungan yang lebih besar.
Demikian pula oleh masyarakat menyatakan bahwa ada indikasi terselubung di balik pemadaman jaringan telkomsel. Salah satu skenario pihak keamanan karena pemerintah daerah belum membayarkan loyalti mereka. Selain menganggu fasilitas umum, demikian juga para keamanan membunyikan senjata di tengah-tengah kota membuat memperkeruh situasi di kota. Pada hal, di hari itu dari pihak TPN PB mengaku belum pernah mengeluarkan bunyi tembakan areal kota. Hal ini berimplikasi pada semakin ciptakan situasi gawat secara sengaja oleh kelompok yang memang memperoleh keuntungan dari situasi tersebut. Bahwa apabila belum terpenuhi keinginan dan harapan kelompok tersebut berupaya menambah situasi yang semakin tidak nyaman. Hal ini telah disampaikan masyarakat yang namanya tidak ingin disebutkan kepada penulis.
“Celakalah orang yang mengambil laba yang tidak halal bagi keluarganya... Celakalah orang yang membangun kota di atas darah dan meletakkan dasar kota itu di atas kejahatan.”. Habakuk 2:9-12
Saya berasumsi bahwa praktek serupa sudah pernah terjadi daerah basis eksploitasi perusahaan yang disebutkan namanya ‘Proyek Rahasia’ keamanan mencari keuntungan. Memiliki rekam jejak praktek mengumpat konflik dengan membentuk OPM buatan areal Freeport dan provokasi warga masyarakat ciptakan konflik. Supaya dengan alasan keamanan ingin agar bea cukai keamanan semakin naik (Ferdy Hasiman, 2019; 40-41). Demikian pun juga pemadaman maupun pembunyian senjata adalah bagian dari upaya tentaran untuk meminta dana yang lebih besar.
![]() |
Penyebaran Pos Militer di Intan Jaya Selama 2019-2022
Dalam kurung waktu dua tahun terakhir telah ada peningkatan penambahan Pos militer di kabupaten Intan Jaya. Pada hal sebelum 2019 terdapat dua Pos keamanan, yaitu kantor polisi Sugapa dan Komando Rayon Militer (Koramil) Sugapa. Mengenai penambahan pemekaran Pos baru ini melalui kajian cepat oleh 8 koalisi sipil telah ditemukan yang diidentifikasi melalui citra foto satelit seperti dalam gambar di atas. Pemerakan tersebut penambahan mulai dari tingkat Kodim persiapan Intan Jaya dan Koramil persiapan Hitadipa dari yang sudah ada, yakni Porsek Sugapa dan Porles Intan Jaya.[1] Berikutnya pada pasca konflik bersenjata mengirimkan pasukan keamanan dalam jumlah yang besar diikuti dengan penyebaran Pos Militer mencapai 17 pos keamanan di Intan Jaya.[2]
Isu Proyek Wisata Patung Tuhan Yesus Di Intan Jaya
Adanya
issu yang hangat dibahas dalam grup jejaring sosial yang dikelola kaum
Intelektual Intan Jaya mengenai pembangunan wisata Patung (Tugu) Tuhan Yesus.
Proyek ini ingin dibangun oleh Operasi Satgas Damai Cartenz Papua melalui kerja
sama dengan pemerintah daerah Intan Jaya. Damai Cartenz adalah satu grup Aparat
Keamanan negara yang selama ini melakukan penindakan terhadap gerakan TPN PB. Nama grup Damai
Cartenz ini telah mengalami perubahan nama
dari Operasi Nemangkawi tahun 2022 kini beroperasi di wilayah basis konflik
bersenjata melakukan kegiatan sosial sambil mengejar kelompok TPN PB. Dalam
berbagai media sosial yang dikelolahnya menunjukkan edaran foto-foto kegiatan
bakti sosial kepada masyarakat. Misalnya berfoto bersama dengan anak-anak SD
yang ditangkap di jalan saat berpulang sekolah, orang tunarunggu, dan bertemu
dengan masyarakat yang bersendirian dalam kesibukan civitas mereka sebagai
promosi kegiatan mereka.[3]
Dalam diskusi panjang kalangan kaum inteletual tersebut ternyata belum melakukan negosiasi bersama dengan para pemimpin agama setempat sebagai pihak yang memiliki hak kepemilikan simbol Salib Tuhan Yesus. Selain itu, pemerintah siap menjadi fasilitator dalam pembangunan proyek ini sekalipun bukan program atau kebijakan dari pemerintah.
Apabila bandingkan dengan apa yang sesungguhnya terjadi di kabupaten Intan Jaya saat ini, aparat keamanan sebagai aktor yang mempraktekkan berbagai kekerasan dan pembunuhan terhadap masyarakat sipil atas nama pemerintah Indonesia. Keadaan inilah sementara situasi umat di atas hidup dalam terbayang-bayang gawat dalurat militer. Hinga tercapai ratusan jiwa warga sipil yang telah mengalami korban dalam insiden operasi militer. Akibat perang bersenjata terjadi gelombang penungsi hingga mencapai 10 ribu lebih warga. Kemudian masyarakat korban tidak mendapatkan keadilan dan perlindungan, tetapi diberikan impunitas bagi pelaku yang terbukti melakukan pelanggaran HAM. Warga terdampak mengalami korban berkali-kali libat. Mereka tidak hanya mendapatkan kekerasan dalam bentuk fisik dan fisikologi, tetapi juga secara sengaja membatasi akses dari hak-hak dasar mereka, seperti pendidikan, kesejatan dan kesejahteraan sosial.
Berdasarkan fakta di atas, apa yang menjadi dasar moral bagi aparat keamanan bawah proyek wisata patung Tuhan Yesus! Sebab Salib itu sendiri merupakan hakikat dari iman orang Kristen itu sendiri. Dimana Salib Kristus yang identik dengan simbol kebenaran, keadilan, kedamaian dan tranformasi hidup manusia. Sangat bertolak belakang antara fakta lapangan, kebijakan pemerintah dengan iman Kristen serta apa yang di harapkan oleh masyarakat. Masyarakat menginginkan kehidupan yang adil, damai dan bebas tanpa indimidasi, diskriminasi dan trauma. Mereka ingin hidup bebas di atas tanah leluhur mereka. Wisata Patung Yesus Kristus bukanlah jawaban satu-satunya atas keresahan dan krisis kemanusiaan di kabupaten Intan Jaya.
Saya berasumsikan bahwa program tersebut dirancang sebagai siasat pemerintah untuk menutup citra keburukan yang selama ini mereka praktekkan di mata dunia. Mereka ingin menutup kejahatan kemanusiaan melalui kebijakan-kebijakan yang seolah-olah mensejahterakan umat, sekalipun pada kenyataannya tidak. Hal ini persis menyebarkan kebohongan publik oleh serdadu Romawi mewakili para elit agama dan pemerintahan Romawi di kala itu mengenai kebangkitan Tuhan Yesus. Tentara Romawi menyebarkan kebohongan kepada rakyat karena disokong dengan nilai uang yang besar, walaupun nanti terungkap fakta kebangkitan Yesus dari liang kubur (Matius 28:11-15). Betapa jahatnya manusia yang memajukan kebohongan dengan menerima keuntungan lebih besar, dengan jalan itu mereka ingin melangkengan kejahatan. Sekalipun lurus dari tindakan dusta, tidak akan dapat mengamankan mereka dari pedang keadilan Tuhan. Atas segala perbuatan manusia Allah akan menuntut balasan menurut ukuran perbuatannya sendiri (Ibrani 10:30).
“Dengan apakah aku akan datang menghadap TUHAN dan tunduk menyembah kepada Allah yang di tempat tinggi? Akankah aku datang menghadap Dia dengan korban bakaran, dengan anak lembu berumur setahun?... Telah diberitahukan kepadamu, hai manusia, apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN daripadamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?”. Mika 6:6-8
Indimidasi dan Menyita barang Pembelanjaan
Demikian juga masyarakat sangat trauma dengan situasi yang telah cepat berubah seiring adanya operasi militer. Ruang gerak dan aktivitas masyarakat sangat terbatas karena dikontrol. Waktu-waktu tertentu yang ditentukan aparat keamanan selalu menjalankan patroli. Apabila terdapat warga yang masih berkeliaran di waktu-waktu pemberhentian sesuai himpauan aparat dicurigakan sebagai mata-mata atau klaim anggota TPN PB yang menyamar sebagai warga sipil. Kemudian pelajar dan mahasiswa yang berlibur ke kampung halamannya sendiri diintrogasi dan memeriksa indentitas oleh aparat. Bahkan masyarakat yang pergi belanja ke kota harus melaporkan diri dan TNI/Porli menentukan jam kembalinya. Bahan pembelanjaan seperti gula kopi, bungkus rokok dan minyak goreng dapat disita dan hampur di jalan, bagi aparat merasa hasil belanja ini untuk menjamin anggota OPM. Ada bebearapa ibu-ibu korban keluarga penulis yang hasil pembelanjaan di rampas saat lewat depan pos TNI. Trauma dengan kelakuan militer yang buta-buta mengindimidasi warga sipil, bapak-bapak dan pemuda tidak mau pergi belanja mendampingi istri mereka sebab takut dicurigai.
Menjadi Asing Di Negerinya Sendiri
Banyak kisah penganiayaan yang dialami oleh pelajar mahasiswa saat pulang libur ke kampung halaman mereka untuk menemui orangtua mereka. Tidak hanya melibatkan dipihak militer tetapi juga oleh kelompok TPN PB. Ada dua pemahaman yang secara kontras antara dua aktor ini. Pihak aktor TPN PB merasa trauma dengan mata-mata TNI/Porli yang sering melibatkan masyarakat lokal. Sementara, aktor TNI/Porli klaim semua lapisan masyarakat sebagai anggota TPN PB. Atas kasus kecurigaan ini menimbulkan kepanikan bagi pelajar dan mahasiswa yang berlibur ke asal mereka. Bahkan masyarakat sipil pun dapat introgasi dan indimidasi oleh kedua kelompok di atas atas alasan yang sama. Dengan situasi yang ada menjadi orang asing di kampung halamannya sendiri.
“Di tepi sungai-sungai Babel, di sanalah kami duduk sambil menangis, apabila kami mengingat Sion. Pada pohon-pohon gandarusa di tempat itu kami menggantungkan kecapi kami. Sebab di sanalah orang-orang yang menawan kami meminta nyanyian dari kami, dan orang-orang yang menyiksa kami meminta sukacita: ‘Nyanyikanlah bagi kami nyanyian dari Sion!’ Bagaimana mungkin kita menyanyikan nyanyian TUHAN di negeri asing?”. Mazmur 137:1–4
Selain itu, menambah beban berlipat ganda bagi anak yang berlibur pergi ke kampung. Ke kampung menemui orangtua dengan harapan besar untuk dapat dukungan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan sekolah dan kebutuhan pokok lainnya. Akan tetapi pada faktanya justru sebaliknya. Kondisi orangtunya yang krisis ekonomi tidak mampu memperhatikan anak. Sehingga anak harus berupaya sendiri supaya bisa balik ke kota studinya.
Masalah Kecurigaan
Lebih banyak kasus yang sangat masif dalam konflik ini adalah persoalan kecurigaan. Kecurigaan tersebut melibatkan dua aktor utama, yaitu TNI/Polri dan TPNPB. Di satu pihak, militer Indonesia kerap melibatkan warga lokal sebagai perantara atau media untuk memata-matai aktivitas dan pergerakan TPNPB. Beberapa kasus telah tercatat sebagai akibat dari praktik spionase ini.
Salah satu contohnya adalah Boan Bagau (38), yang diduga menjadi informan militer, sehingga dieksekusi mati yang menyebabkan menjantahkan tiga istrinya kekasihnya, Henko Zagani yang merupakan Kepala Puskesmas Homeyo ditembak mati. Dalam beberapa kasus lainnya, warga pendatang pun menjadi sasaran karena dicurigai sebagai mata-mata militer. Warga sipil yang datang dari kota menuju kampung-kampung pedalaman sering kali mengalami interogasi. Hal ini terjadi karena kelompok TPNPB masih trauma dengan strategi militer Indonesia yang kerap melibatkan masyarakat sebagai bagian dari jaringan intelijen (BIN).
Sebaliknya, masyarakat sipil yang berpakaian atau berpenampilan mirip dengan anggota TPNPB juga mengalami perlakuan sewenang-wenang. Beberapa dari mereka ditangkap tanpa prosedur hukum yang jelas. Dalam satu operasi sweeping Crona, tiga pemuda ditangkap dan hingga kini keberadaan mereka belum diketahui. Tiga bersaudara dari marga Bagau bahkan dilaporkan telah dibunuh saat berada di rumah sakit.
PERKEMBANGAN PELAYANAN PENDIDIKAN, KESEHATAN, SOSIAL DAN GEREJA KEC. HOMEYO DAN WANDAE
Jarak antara distrik Homeyo dan Wandai saling berdekatan yang terletak kira-kira hampir mendekati 300 km dari ibu kota Sugapa. Kedua distrik ini berada di titik bagian barat dari ibu kota Sugapa dan arah timur berdekatan dengan kab Paniai. Secara administrasi Homeyo memiliki 23 Kampung, tiga Klasis GKII dan satu Klasis Kingmi serta satu Paroki Mbugulo dekenat Moni Puncak Keuskupan Mimika. Sementara distrik Wandae memiliki 13 Kampung, satu Klasis Kingmi, satu klasis GKII.
Dua wilayah ini menjadi salah satu tempat aman bagi masyarakat pengungsi. Tetapi khususnya distrik Homeyo juga pernah terjadi penembakan terhadap seorang warga pendatang yang menuai kontak senjata antara TNI/Porli dengan TPN PB pada bulan Agustus lalu. Situasi ini menambah kesulitan baru bagi masyarakat yang menuai gelombang pengungsi besar-besaran.
Gedung Sekolah dan Kesehatan Tidak Dipakai
Selama saya berada di kota studi selalu mendengar dan menerima laporan atas semua peristiwa yang dialami oleh orangtua yang terjadi di kampung saya tetapi saya sendiri belum menyaksikan secara langsung betapa rumitnya kondisi tersebut. Tepat pada hari selasa, 25 April 2023 saya bersama hamba Tuhan Yohanes Mayani Nabire berangkat ke Pogapa ibu kota distrik Homeyo. Pesawat mulai putar posisi mengatur ukur kompas sebelum mendarat, saya melihat dari atas pesawat ke bawah semua kampung-kampung, gedung gereja dan sekolah. Saya melihat lingkungan halaman gedung sekolah termasuk lingkungan rumah kesehatan diliputi rumbut hijau kelihatan warna merah tanda berkarat atap sen. Pesawat yang kami tumbangi mulai mendekat bandara teringat peritiwa penembakan pesawat yang terjadi di beberapa daerah di Papua, namun puji Tuhan akhirnya pesawat mendarat dengan aman. Setelah sampai di Pogapa saya merasa asing di kampung saya sendiri. Hal ini sebab dari trauma dengan berbagai laporan mengenai peristiwa di kampung. Namun, kesiagaan militer tidak seperti ibu kota sugapa. Beberapa tentara memakai seragam militer berkeliaran sepanjang lapangan terbang tetapi tanpa pegang senjata.
Pengembangan Layanan Kesehatan
Dari
Pogapa langsung berjalan kaki menuju ke kampung kecil bernama Maya. Kondisi
gedung Puskemas Pogapa rumbut sudah tutup tepat seperti pandauan udara. SMP
Negeri 2 Homeyo dimana saya salah satu alumni yang tamat dari sekolah ini tempatnya rumbut sudah tinggi. Belakangan sini
gedung SMP N 2 Homeyo tersebut telah dibongkar oleh orang yang tidak dikenal.
Pada umumnya di wilayah ini pelayanan kesehatan dan pendidikan sudah terhenti pada awal konflik itu terjadi akhir tahun 2019. Warga pendatang yang sedang bertugas sebagai guru dan mantri sudah meninggalkan dari tempat karena alasan keamanan. Dan pada bulan Agustus 2020 dieksekusi mati kepala kapus Pogapa dan kepala kapus Wandai dilumpuhkan. Peristiwa ini TPN PB mencurigakan menjadi mata-mata yang dipasang oleh TNI/Porli. Sebetulnya TPN PB bermaksud sebagai peringatan setelah mengetahui beberapa alat yang diklaim sebagai alat-alat bukti?, tetapi Eneko Zagani kepala Puskesmas Pogapa yang mengenai bagian betis setelah berdarah terus akhirnya dihempuskan nafas terakhir. Peristiwa ini terjadi di distrik Wandai. Setelah insiden tersebut terjadi lumpuh total kegiatan pelayanan kesehatan baik distrik Homeyo maupun Wandai.
Kesaksian Masyarakat Mengenai Pelayanan Mantri Senior Di Lapangan; Obio Kogoya & Petrus Zagani
Banyak kesaksian yang sama diceritakan beberapa masyarakat mengenai seorang mantri senior yang dengan sukarela jalankan pengobatan kepada masyarakat. Bapak Mantri tersebut bernama Obio Kogoya (60) layani warga dari kediamannya. Bapak ini melayani masyarakat dengan ketersedian fasilitasi yang terbatas, dan obat yang dia simpan di rumah. Ia amati setiap warga hari-hari datang berkeliaran di depan gedung Puskesmas dengan tujuan berobat walaupun tidak ada petugas yang berada di tempat. Menyikapi keadaan tersebut, beberapa masyarakat ia penggil ke rumahnya pribadi dan memberikan obat apa adanya. Kalau penyediaan stok obatnya habis bisa disuntik untuk dewasa. Pasien dewasa yang lain pulang dengan rasa kecewa sebab tidak bisa dilayani sesuai dengan kekurangan penyediaan obat, kecuali anak dan bayi. Bagi bayi dan anak hanya bisa dapat suntikan. Masyarakat ceritakan dengan nada kesal, biasanya kami hanya minta suntik saja untuk semua macam sakit, jadi sakitnya tidak sembuh-sembuh (Feronika Selegani, 29 April 2023).
Kisah yang sama dari seorang mantri senior dari dsitrik Wandai, yaitu bapak Petrus Zagani (60-an). Pada suatu kesempatan penulis bermalam di rumahnya, ia menjelaskan tantangan dalam pelayanan selama tiga tahun (2019-2023) bersama dengan seorang pemuda lainnya Metusala Zagani di kampung Debetaga distrik Wandai. Mulai dari peristiwa dilumpuhkan kepala kapus Puskesmas Wandai Almalek Bagau, pelayanannya sudah tutup. Sekalipun demikian, situasi tersebut tidak menjadi alasan bagi seorang mantri senior yang merasa terpanggil melayani masyarakat secara sukarela. Ia sama pemuda ini berusaha mendatangkan obat dari Paniai, kadang dari Nabire. Sering mereka mengalami kemendokan mendapatkan akses perobatan karena secara mekanisme harus ada persetujuan pimpinan (Kepala Kapus). Lain waktu Tuhan juga buka jalan melalui pintu lain, sehingga sedikit obat bisa bawah pulang melayani masyarakatnya sendiri. Katanya, pimpinan kami tidak pernah direstui saat diminta tanda tangan apabila ada pihak tertentu yang bantu menyediakan fasilitas perobatan tanpa alasan apapun. Sekarang saya ingin bertemu dengan pemerintah daerah, terutama pihak kepala distrik agar segera memperhatikan perjuangan kami, pungkasnya. Dia melanjutkan, keamanan di sini aman-aman saja. Justru mereka yang tinggal di kota, tidak mau pulang itu yang bikin diri takut (Petrus Zagani, 01 Mei 2023). Semua upaya ini tanpa ada perhatian oleh pemerintah daerah khususnya instansi yang berwenang.
“Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.”. Galatia 6:9.
Masyarakat Mengeluh Karena Tidak ada Pelayanan Kesehatan
Masyarakat mengerutu karena masalah krisis ekonomi menjadi sulit pergi berobat di kota-kota besar seperti Timika dan Nabire. Banyak orang yang menderita sakit lama lalu meninggal karena tidak bisa menolong. Warga yang maninggal lebih banyak terjadi kepada lensia dan bayi. Kesulitan memperoleh layanan kesehatan, ada yang memanfaatkan perdukunan dalam upaya pemulihan kesehatan. Sadisnya upaya meraka tidak tertolong, berakhir pada akhir hayat.
Kondisi Pendidikan
Guru Hanya Datang Saat Mendekati Ujian; Beri Ujian Siswa Tanpa Tahu Membaca
Masyarakat
menuturkan bahwa guru datang saat mendekati ujian. Lalu diberikan ujian kepada
beberapa siswa tanpa mengajar dan mengikuti prosedur kenaikan kelas. Sadisnya dalam
ujian angkatan 2022 ini menamatkan 3 anak SD tanpa tahu baca dan menulis dari 9
peserta ujian. Salah satu orang tua dari murid menyatakan, anaknya tidak bisa
lanjut sekolah karena tidak bisa baca. Setelah lulus ujian, anak saya pergi mendaftarkan
salah satu sekolah SMP di Sugapa, namun sekolah itu menolak karena anak saya
tidak bisa membaca dan menulis (Ananika Migau Mayani, 29 April 2023). Sementara
yang lainnya yang telah lulus angkatan tahun 2022 dari SD Negeri Inpres Maya
tidak bisa melanjutkan sekolah lanjutan karena guru tidak disiapkan tanda
kelulusan.
Di tengah keadaan
dalurat pendidikan ini pemerintah daerah belum ada upaya sungguh-sungguh
memperbaiki kondisi pendidikan. Sekalipun ada upaya pemerintah untuk siswa yang
akan keluar melalui mekanisme beasiswa. Misalnya masa kepemimpinan PJ Bupati
bapak Apolos Bagau bersama dengan kadis
Kesehatan Agustinus Bagau mencanangan program beasiswa mengutamakan bidang kesehatan
telah mengirim 70 siswa ke bandung[4]. Selain
itu, oleh bapak Marten Tipagau, S. Sos sebagai ketua 1 DPRD Kab Intan Jaya menyekolahkan
sekitar 70 lebih orang dikirim ke penjuru Indonesia mulai dari tingkat SD –
perguruan tinggi dengan menggunakan uang pribadi, belakangan lainnya ditanggung
oleh pemda. Ada juga pejabat lain yang peduli atas pendidikan generasi orang
Moni yang penulis tidak ketahui.
Namun, layanan pendidikan tidak akan merata mengingat dengan keterbatasan anggaran yang hanya itu bisa diberikan peluang kepada segelintir anak-anak. Sementara ribuan anak-anak yang masih berada di 8 distrik dan atau tempat-tempat pengungsian tidak bisa mendapatkan kesempatan untuk bersekolah. Sebab itu, paling pertama harus mengaktifkan kembali sekolah dari dalam sekaligus membuka peluang beasiswa untuk kirim ke luar.
Keadaan Sosial dan Ekonomi Masyarakat
Kondisi yang dialami oleh masyarakat Moni dalam kondisi rentan ini masalahnya bertubi-tubi dan masalah di satu aspek turut mempengaruhi pada aspek lain atau terikat dengan pada aspek yang satu dan seterusnya. Akibat kekerasan yang mereka alami ciptakan kondisi di atas. Trauma dengan serangan panik yang mereka pernah alami membuat malas membuat kebun dan buka peternakan untuk menjamin kelangsungan kehidupan keluarga. Sementara sumber uang kering karena kaum ibu tidak berjualan. Penulis sendiri menyaksikan ketika bahan jualan menukarkan bahan jualan lain karena tidak bisa dibeli dengan uang. Bahkan cara hidup masyarakat kembali seperti masa dulu dimana mereka kembali restarikan produk bahan lokal gantikan minyak dan peksin produk mekanik. Setelah membaca situasi ini setiap hari pasar oleh tokoh-tokoh kemuka masyarakat dihimpaukan agar setiap keluarga harus merawat buah merah, daun gatar dan air garam.
“…memberikan kepada mereka perhiasan kepala ganti abu, minyak untuk pesta ganti kain kabung, nyanyian pujian ganti semangat yang pudar; supaya mereka disebut ‘pohon tarbantin kebenaran’, tanam-tanaman TUHAN untuk memperlihatkan keagungan-Nya.”. Yesaya 61:3.
Kemudian, selama bulan Maret 2023 sekitar 13 warga meninggal dunia di kampung Dimipigu Joabu. Tiga Ibu di antaranya meninggal setelah baru melahirkan anak. Saat melahirkan, plasenta ibunya tidak bisa keluar. Sangat mengesankan karena tidak berdaya tahan lama akhirnya telah meninggal dunia. Akibat meninggal dua ibu lainnya membuahkan konflik horizontal. Dalam kasus meninggal ibu di atas ditambah dengan keadaan krisis ekonomi menambah frustrasi karena tekanan persoalan ini. Kemampuan masyarakat belum meyakinkan bagi para korban, sebabnya satu-satunya jalan mencari solusi adalah menuntut atau menjanjikan pemotongan dana kampung. Hal ini menjadi salah satu sebab dari tidak mensejahterakan masyarakatnya di kampung dari penggunaan anggaran Desa.
“Bukalah mulutmu untuk orang yang bisu, untuk hak semua orang yang merana. Bukalah mulutmu, hakimilah dengan adil dan belalah hak orang yang tertindas dan yang miskin.”. Amsal 31:8-9.
Selain itu, anak muda mulai menghintarkan dari gereja dan para orang tua di rumah. Terpengaruh dengan lingkungan ini, banyak orang muda yang tertarik dan mulai tergabung dengan kelompok TPN PB. Yang lainnya menjadi pembantu ibu dan ayahnya urus kebun dan peternakan karena mereka tidak berkesempatan untuk bersekolah. Bagi anak-anak muda usia sekolah ini bukan kalah dengan dinamika perkembangan yang terjadi ini. Tetapi militer Indonesia telah merampas hak dan kesempatan memperoleh pendidikan bagi generasi orang Moni. Mereka bukan saja membunuh ayah ibu dan sanak saudara secara fisik tetapi juga membunuh masa depan kami. Kami ingi bersekolah seperti anak-anak lain seperti kabupaten dan provinsi lain. kami merindukan situasi yang damai dan aman supaya kami juga bisa dapat kesempatan untuk bersekolah sama seperti anak-anak lain di kabupaten atau provinsi lain di republik Indonesia
“Biarlah anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka…” Markus 10:14
Pelayanan Gereja dan Tantangannya
Dalam kasus konflik bersenjata ini dampak lebih besar dialami oleh para pekerja gereja. Perlu disebutkan disini beberapa hamba Tuhan yang menjadi korban dalam perang bersenjata ini ialah Pdt. Yeremia Zanambani, Pdt. Elisa Wandagau, Katekis Yustinus Duuwitau dan Katekis Rupinus Tigau. Seperti Yeremia Zanambani sering himpaukan agar warganya jangan menjual tanah. Selain itu ia juga dengan tegas meminta petunjuk mayat Apinus Zanambani dan seorang warga sipil lainnya yang belum ditemukan setelah ditangkap dalam siupin Covid gabungan TNI Porli. Sebabnya, hamba Tuhan ini dianggap sebagai salah satu pihak simpatisan OPM sehingga telah ditembak mati dalam kandang babi miliknya. Pengalaman tersebut menjadi trauma bagi pekerja gereja lain untuk tetap bertahan melindungi warganya di tempat konflik.
“Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.”. (Matius 5:10).
Selain itu, khususnya lingkungan pelayanan Gereja Kemah Injil (KINGMI) Di Tanah Papua koordinator Intan Jaya mengalami kekurangan tenaga hamba Tuhan. Selain itu, kesejahteraan para pekerja gereja juga sulit dijamin. Hal ini terjadi karena persembahan hanya berupa hasil kebun dan uang seribu-dua ribu. Bandingkan dengan beban hidup keluarga tidaklah cukup untuk menjawab kesejahteraan hamba-hamba Tuhan. Selain para hamba Tuhan melewati tantangan kondisi geografis yang tebing tinggi, melintasi sunggai, tetapi mereka harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarga seringkali mengalami hambatan dalam pelayanan. Seorang hamba Tuhan dari lapangan, Ev. Yohanes Mayani S. Pd, sekretaris Klasis Suteng menuturtka bahwa ia mengalami kesulitan di lapangan selama 2 tahun ini menghadapi kadang jemaat yang kurang penurut, selain itu mengharapkan pelayanan material dari hamba Tuhan. Karena itu, selain pelayanan liturgi di gereja dalam pelayanan kunjungan dan doa berbarengan dengan bawah bahan-bahan material yang dibutuhkan jemaat.
“Sebaliknya, dalam segala hal kami menunjukkan bahwa kami adalah pelayan Allah... sebagai orang miskin, namun memperkaya banyak orang; sebagai orang yang tidak mempunyai apa-apa, namun memiliki segala sesuatu.”. 2 Korintus 6:4-10.
Ungkapan hamba Tuhan di atas dan kondisi sulitnya kesejahteraan sosial bagi para gembala serta kekurangan tenaga pelayan adalah gambaran dari seluruh jemaat yang ada di lingkungan pelayanan gereja Kingmi koordinator Intan Jaya.
KESIMPULAN
Dari uraian di atas, merasa pesismis bahwa selama TNI/Porli masih berada di Intan Jaya mustahil sekali harapan hadirkan kondusivitas daerah serta pemulihan kehidupan warga. Karena negara bahkan tidak punya itikat baik menyelesaikan konflik yang berkepanjangan. Justru semakin giat melakukan berbagai kebijakan yang bersifat diskriminasi dan eksploitasi pusat yang berpotensi mengristalkan konflik itu sendiri. Selain itu, negara memiliki perspektif nasionalisme yang sempit akan mempengaruhi pada mind set dan public police serta perilaku yang mendekati kepada Papua yang bukan bersifat mencari solutif yang progres.
“Celakalah mereka yang membuat keputusan-keputusan yang tidak adil, dan mereka yang menulis ketetapan-ketetapan yang menindas, untuk memalingkan orang miskin dari pengadilan dan merebut hak orang sengsara di antara umat-Ku.”. Yesaya 10:1-2.
Sebab itu, khususnya pemda dalam hal ini pemerintahan kab Intan Jaya paling dasarnya harus memiliki kesadaran ganda. Yang pertama menempatkan dirinya sebagai bagian dari korban (kesadaran subjektif) sekaligus menyadari seorang yang dipilih dan diutus oleh Allah untuk selamatkan (menolong) warganya dari ambang kepunahan dan krisis kemanusiaan yang begitu pahit. Praktek ini sudah dilakukan tetapi tidak menggunakan kapasitas sebagai pemerintah, melainkan bersifat orang Papua menolong orang Papua dalam konteks situasi ini.
Selanjutnya implikasi pemerintah dalam menangani problem degradasi sosial ini, maka diperlukan konstruksikan suatu alternatif baru dalam rangka percepatan akses pemenuhan hak-hak dasar bagi masyarakat seperti layanan pendidikan, akses kesehatan dan kesejahteraan publik pada umumnya. Termasuk juga dengan proses pemulihan trauma bagi warga yang mengalami korban kekerasan negara. Saya mempertimbangkan dua hal sebagai salah satu strategis pemerintah menjawab soal di lapangan, yakni libatkan gereja dan mengedepankan tenaga warga orang asli daerah melalui kriteria tertentu. Dasar parameter melibatkan institusi gereja adalah tempat yang paling aman dan mudah bagi warga masyarakat untuk mendapat akses lebih cepat.
“Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti.”. Mazmur 46:2.
Selain itu, melibatkan putra/i asli daerah dalam program/kebijakan strategis pemerintah mempertimbangkan dengan alasan keamanan dan tantangan geografis. Dalam kondisi rawan konflik bersenjata, tidak mungkin sekali warga yang berasal dari suku dan bahasa lain yang bersedia datang mengabdi dalam situasi tersebut. Kriteria yang pemerintah perlu diperhatikan adalah membekali tenaga yang direkrut sebagai guru dan tenaga kesehatan dengan bimbingan dan pelatihan-pelatihan yang diperlukan. Lalu memberikan disiplin yang ketat bagi tenaga yang tersedia dan pemerintah sendiri secara langsung mengawasi atas implementasinya.
Dulu masa pelayanan misionaris, gereja bisa jalankan peran ganda, yakni sebagai gembala untuk membimbing umat dalam keselamatan jiwa sekaligus sebagai guru dan mantri. Mungkin hal ini menurut saya alternatif tepat dengan mempertimbangan pembacaan situasi secara objek dan matang, memahami kebutuhan warga, mencari peluang dan kesempatan yang ada dan bertindak langsung.
[1] Laporan Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua - Intan Jaya, hlm 23
[2] Kajian Amnesti Internasional (2022); PEMBURUAN EMAS – Rencana Penambangan Blok Wabu Memperparah Pelanggaran HAM di Papua, diterbitkan oleh Amnesti Internasional; hlm 15.
[4] Sumber: https://humas.intanjayakab.go.id/dinas-kesehatan-kab-intan-jaya-telah-siap-berangkatan-70-siswa-ke-bandung/ di akses pada tanggal 02 Mei 2023 di halaman situs Humas dan Protokol Kab Intan Jaya.
Komentar
Posting Komentar