MISI YANG SEPENUHNYA BERGANTUNG PADA KUASA ROH KUSUS DAN SIFAT KEMURNIAN INJIL
MISI YANG SEPENUHNYA BERGANTUNG PADA KUASA ROH KUSUS DAN SIFAT KEMURNIAN INJIL
[Referensi Buku: Rasul Paulus Sang Misionaris: Perjalanan, Strategis, Dan Metode Misi Rasul Paulus. By Eckhard Schnabel]
Oleh Hengki Wamuni
Discraimer
Untuk mencapai target saya, saya dalam referensi ini tidak menulis sub bagian isi buku ini yang relevan dengan kontek setempat. Hal ini dikarenakan waktu yang terbatas, sementara saya harus membuat referensi buku lainnya. Tetapi saya berjanji bahwa tetap saya akan melakukan analisis isi buku serta relevansinya dengan konteks Papua, khususnya sejarah misi dan implikasinya pada sistem kebudayaan masyarakat Papua. Selain itu, dalam referensi ini saya tidak bermaksud untuk refleksikan dari isi buku keseluruhan, tetapi saya baca bagian sub bab tertentu yang saya anggap penting. Tentu saja hal inilah yang membuat referensinya hanya melihat aspek penting dan beberapa prinsip yang dianggap penting dan relevan.
Apa Gagasan Pokok Dalam Buku Ini
Studi perbandingan atas perbedaan yang signifikan antara metode dan pendekatan pelayanan yang dilakukan oleh Rasul Paulus dan lembaga misi modern kontemporel. Terutama Eckhard Schnabel kritik atas bangunan apologetika Injil yang dipengaruhi oleh kebanggaan ras dan agama kebaratan. Yang mereka ajarkan adalah dengan teologi dan cara hidup yang oleh utusan misi kenal di negara mereka sendiri. Selain itu jemaat yang didirikan dibuat agar terus bergantung kepada lembaga yang mendirikannya. Bergantung kepada usaha dan capaian lembaga misi sendiri dibandingkan dengan ketergantungan sepenuhnya pada pekerjaan Roh Kudus tidak dapat tercermin dalam misi modern dewasa ini. Berbeda dengan strategis pelayanan rasul Paulus.
Memulai pelayanan berdasarkan dorongan Roh Kudus melintasi batas geografis dan suku bangsa. Pijakan dasar dalam pendekatan yang digunakan Paulus ialah tanpa membuat metode dan strategi misi. Justru ia bergantung sepenuhnya kepada otoritas dan kuasa Roh Kudus. Suatu alasan Paulus tidak membuat metode atau program tertentu dalam tugas misi, karena ia berpusat pada Yesus Kristus yang dia wartakan. Dengan kata lain titik pusat normatif dari kegiatan pemberitaan Injil ialah hanya Injil Yesus Kristus. Injil menjadi cermin baru dalam kontekstualisasi Injil dalam lintas suku bangsa, budaya, bahasa dan stratifikasi sosial. Fokusnya pada menghadirkan komunitas baru sebagai tempat berkumpulnya orang-orang dari Yunani tetapi juga proselit sebagai satu keluarga Allah dalam satu iman, kasih dan pengharapan. Bentuk atau pola hidupnya ditandai dengan corak yang baru pula terlepas dari interpretasi dan apologetika budaya manapun. Jemaat baru yang didirikannya secara cepat menjadi mandiri karena tidak tergantung urusan finansial dan lembaga tertentu.
Pemahaman yang berpusat pada Injil yang diberitakan, tercermin dalam praktek misi yang mencari titik letak yang memiliki relevan bukan relitivisme budaya tanpa kompromikan dengan dosa dalam definisi Firman Tuhan. Narasi khotbahnya digambarkan begitu rupa relevansikan dengan sistem dan pengetahuan masyarakat tentang agama, pandangan hidup serta filosofi dan simbol-simbol budaya menjadi sarana mengkomunikasikan Injil Yesus Kristus. Sehingga para pendengar tidak terkesan sesuatu yang baru.
Paulus berkhotbah dalam tiga konteks yang berbeda, yakni orang Yahudi, Yunani dan Lingkungan kota. 1) Orang Yahudi dimulai dari patriarki, janji, pengenapan, penolakan dan pengampunan. 2) Pendengar Yunani tidak menghakimi secara langsung, melainkan dijelaskan kesia-siaan dari objek penyembahan mereka, perkenalkan Allah yang Esa, juga Allah yang peduli dengan bangsa lain (Kis 14:27), mencari sebuah titik temu pandangan dan sistem kepercayaan; seperti kesuburan, keuntungan, mengatur cuaca dst. sementara, dalam konteks masyarakat kota tetap menggunakan teknik yang sama pendekatan terhapat para proselit, misalkan menggunakan terminologi, termasuk tradisi intelektual, filosofis dan lingusitik yang dipahami oleh pendeng.
Adapun beberapa prinsip pelayanan Rasul Paulus:
Kutipan Favorit
Kesadaran dan ketaatan sepenuhnya atas tugas panggilan sebagai utang yang tidak ada tawar-menawar. Ini relevan dengan mengerti tujuan hidup, sehingga kesadaran ini mempengaruhi pemahaman dan perilaku kita. Lalu dengan ketaataan yang sungguh-sungguh serta dengan sepenuh hati ia menjanlankan tugas panggilan. Ia berkomitmen untuk melaksanakan tugas misi, konsisten pada kehendak Allah, serta bergantung kepada kuasa Allah.
Sepakat Dengan Konsep Ini?
Prinsipnya saya sepakat dengan beberapa pandangan Eckhard J. Schnabel terkait titik komparasi yang amat jauh bandingan pelayanan Paulus dengan lembaga misi modern. Sifat dan sikap Paulus dikontrol oleh sifat Injil. Dimana, sifat Injil itu ialah tetap berada di atas sistem budaya dan pemahaman umat manusia di dunia.
Kristus datang untuk mengembalikan martabat manusia sebagai wujud gambar Allah yang telah hilang akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa. Ia memperkenalkan cara hidup baru yang melampaui ciri keistimewaan apapun yang terdapat di dunia. Itulah yang dipertahankan oleh Paulus dalam pekerjaan misinya. Ia menghilangkan aspek keunggulan tradisi, tetapi menekan pada fakta historis Injil, janji dan pengenapan serta realitas dasar dosa. Karena tidak ada bahan contoh yang relevan dengan keunggulan Injil, maka menelusuri aspek yang berkaitan langsung dengan nilai kerajaan Allah yang terdapat dalam konteks para penerima Injil baik orang Yahudi dan ataupun orang Yunani. Pertimbangan utama ialah perhatikan dan atau memperhitungan situasi khusus pendengar. Hal ini dalam upaya untuk menghindari terkesan baru oleh pendengarnya. Selain itu, Paulus sepenuhnya bergantung pada kuasa Allah dari pada kemampuan maupun metode yang dimilikinya. Berbeda dengan pola pelayanan lembaga misi Kristen dewasa ini dalam melaksanakan pemberitaan Injil.
Pendekatan pelayanan lembaga misi kontemporel lebih kental dengan pertimbangan kelayakan berdasarkan keistimewaan tertentu. Selain itu, lebih priositaskan metode dan teknik yang digunakan tanpa memperhatikan unsur situasi para pendengarnya. Dalam konteks sejarah misi di tanah Papua, misionaris lebih cenderung menekan cara pandang dan gaya hidup yang mereka kenal. Menimbulkan kontradiksi yang sangat akut bila otoritas dan kuasa Roh kudus digantikan oleh tatik dan sifat budaya subjektivitas utusan penginjil. Keniscayaan Penggunaan pendekatan pressesio dalam memahami pandangan masyarakat tradisional dapat menimbulkan kesan negatif, bahkan berujung pada sikap sewenang-wenang akibat kesalahan dalam menafsirkan konteks sosial budaya dan isi kitab suci.
Konteks Papua antara praktek Misionaris dan eksistensi kebudayaan akan di gambarkan di lain tempat.
Kritik Buku
Pada dasarnya dari segi penerapan bersifat dinamis dan terus berkembang mengikuti perubahan zaman serta kebutuhan manusia. Tentu saja makna akan mengalami berubah tetapi nilai esensinya tetap dipertahankan. Maka hal yang diperlukan adalah memahami nilai esensinya sehinga tidak bermuarah pada tindakan sewenang-wenangan.
Dalam hal ini, perlu memahami konteks masa pelayanan Rasul Paulus dengan kondisi dewasa ini. Sehingga argumentasinya tidak terikat pada metode yang relasikan dalam konteks tertentu tetapi kemudian tidak memiliki hubungan langsung dengan di saat ini. Sementara itu, bergantung pada otoritas Allah dan kuasa Roh Kudus, serta berpusat pada sifat Injil yang hakiki adalah tetap mutlak untuk berlaku segala masa.
Komentar
Posting Komentar