KEBUDAYAAN DAN PERUBAHAN
Dalam tulisan ini, difokuskan pembahasan pada interelasi antara kebudayaan dan modernitas serta dampaknya pada keberadaan budaya aborisin baik segi positif dan ataupun negatif.
referensi ini muncul saat itu saya berada di Pulau Bali memenuhi utusan Gereja Kingmi dari Dewan Gereja Papua untuk mengikuti Lokakarya Pelatihan Dokumentasi dan Keamanan Data pada 26-31 Mei 2023.
KONSEP KEBUDAYAAN DAN MODERNITAS SERTA DAMPAK
Kebudayaan adalah sistem kebiasaan hidup berdasarkan pola, nilai, dan norma hidup pada suatu kelompok masyarakat suatu wilayah.
Yang dimaksud konsep "Modernitas" adalah perkembangan dan perubahan berbau baru yang datang dari luar.
Kemudian pemaknaan "Dampak" merupakan hubungan timbal balik dan hasilnya serta keadaan yang dialami yang bersifat dekonstruksi di satu pihak dan menguntungkan di pihak lain dan sebaliknya. Kemudian dikaitkan dengan hubungan timbal balik antara modern dan tradisional sebagai hasilnya yang dialami masing-masing dari dua entitas.
ISI PEMBAHASAN
Perubahan dan perkembangan zaman selalu modernitas menjadi agenda utama dan terpenting kemudian menyingkirkan radikalisme tradisional. Pemajuan modernitas selalu identik dengan fleksibilitas manusia dalam menerima dan menghidupi cara dan pola baru yang berbau asing. Demi perubahan ini aborisin dipandang satu Entitas menghambat kemajuan itu sendiri.
Ciri-ciri primitif selalu dilekatkan pada praktek tujuh unsur budaya menurut ciri khas masyarakat manusia setempat.
Pada kenyataannya kehidupan suku bangsa belahan dunia lain itu memberikan gambaran, interelasi kebudayaan baru dan lama tidaklah selalu berdampak buruk seperti giringan opini dan pengetahuan barat.
Tergantung cara pandang, penerjemahan, penerimaan dari masyarakat itu sendiri interaksi terhadap dinamika perubahan.
SEPERTI DI BALI
Orang asli Bali, adat istiadat tercermin dalam segala aspek kehidupan. Kebudayaan dan agama Hindu menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dan tercermin dalam kegiatan keagamaan, soial budaya, dan berpemerintahan. Hampir semua masyarakat Bali menganut Agama Hindu. Akan tetapi perilaku sistem pembagian kelas sosial dalam kehidupan sehari-hari tidak berlaku.
Dan hal itu menunjukkan dari kehidupan sehari-hari mereka. Salah satu terapan nyata terhindar dari pembagian kelas itu terlihat dari adanya pembatasan gedung di bawah standar dua tingkat ke bawah, apakah itu sebagai koorporat, politisi, dan pejawabat tertinggi.
Bali yang dikenal salah satu Pulau Nusantara destinasi wisata populer di Indonesia itu, warga asing para pengunjung Bali sangat menghargai sistem agama dan budaya setempat. Sebaliknya orang asli Bali pun sangat ramah dan terbuka terhadap perubahan dan orang luar, termasuk kebudayaan.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa bentuk suatu penghambatan bukan terletak pada kebudayaan masyarakat pribumi. Melainkan tergantung bagaimana orang secara individual maupun kelompok menerima, penyesuaian, dan penerjemahkan praktis menjadi satu akulturasi baru tanpa menghilangkan eksistensi budaya masyarakat pribumi. Sebab, perbedaan yang terdapat pada dimensi dua entitas merupakan satu keunikan yang memperkaya penghayatan dan penghidupan yang lebih baik selama masyarakat pribumi menerima hal baru di atas dasar pemahaman yang utuh mengenai dirinya menyoal eksistensi sosial budaya, sejarah dan religius yang merupakan keberadaan manusia.
Kehidupan orang asli Bali merupakan satu contoh kongkrit memberi kita pemahaman bahwa, penghambatan kemajuan bukanlah terletak pada ciri-ciri yang tampak luar. Melainkan kedangkalan dan pemahaman kebaratan sempit yang kerdil dipengaruhi suatu konstruksi pengiringan opini. Menganggap dirinya sebagai satu oknum yang mengangkat peradaban manusia.
PAPUA
Berhubungan dengan Papua, kebudayaan dan keagamaan asli selalu dipandang sebagai suatu tindakan pemujaan kepada objek lain bukan Tuhan dengan mengait-kaitkan dengan unsur spritisme yang didukung dengan satu kutipan teks kitab dan tafsiran Alkitan yang lebih penekanan kepada teks Alkitab itu sendiri.
TEOLOGI DAN KEBUDAYAAN
Anggapan keliru ini menjadi bahan referensi panjang, saat saya mengamati kehidupan masyarakat Bali yang begitu sangat menghargai tradisi mereka. Adanya tugas besar dipundak generasi mudah yang terdidik dan cakap untuk merefreksikan budaya dalam terang Injil. Budaya tidaklah sesuatu buruk tetapi juga tidak selalu tampak benar. Mengaji Budaya dengan mengunakan analisis Teologi masih ganjil apabila memandang Alkitab sebagai Firman Tuhan yang absolut. Manusia akan sulit memahami Firman Tuhan yang utuh apabila selalu percaya pada apa yang Alkitab katakan.
Oleh karena itu, diperlukan prinsip penafsiran Alkitab secara Mutlak (ya pada apa yang Firman Tuhan katakan ya, dan mengatakan tidak apa yang Firman Tuhan mengatakan tidak), tetapi juga secara Relatif (menafsirkan Firman Tuhan integratif dengan ilmu-ilmu Sosiologi, Psikologi, Antropologi dst) menafsirkan Firman Tuhan memakai berbagai sudut pandang. Dengan kata lain untuk mengaji kebudayaan suatu masyarakat pendekatan analisis teologis harus disertakan penafsiran Alkitab secara Mutlak dan relatif dalam waktu yang persamaan.
Masih lanjut!
Komentar
Posting Komentar